Salin Artikel

Serangan Digital di Era Jokowi: Pelanggaran Hak Berpendapat dan Pembungkaman Kritik

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus peretasan akun media sosial dan situs media massa dinilai menjadi preseden buruk dalam demokrasi di Indonesia. Upaya peretasan berpotensi melanggar hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Bahkan, serangan digital dipandang sebagai bentuk pembungkaman kritik, karena dialami oleh pihak-pihak yang kerap menyampaikan informasi dan mengkritisi kebijakan pemerintah.

Salah satunya kasus dugaan peretasan yang dialami oleh ahli epidemiologi Universitas (UI) Pandu Riono. Akun Twitter Pandu @drpriono diduga diretas pada Rabu (19/8/2020) malam. Terdapat unggahan yang isinya dianggap menjatuhkan reputasi.

Setelah kejadian itu, sejumlah rekan Pandu mengabarkan jika akun Twitter-nya diduga diretas. Salah satunya disampaikan mantan Deputi II Kepala Staf Kepresidenan, Yanuar Nugraha, melalui akun Twitter-nya yang terverifikasi.

"Teman2, nampaknya akun @drpriono dibajak & digunakan utk menjatuhkan reputasi beliau," ungkapnya dalam cuitan pada Rabu malam. Yanuar pun meminta bantuan followers-nya untuk melaporkan peretasan tersebut.

Saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (21/8/2020), Pandu mengaku akun Twitter-nya belum kembali pulih pasca-peretasan.

"Belum dan masih dibantu oleh teman-teman," ujar Pandu ketika dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (21/8/2020). "Langkahnya (setelah ini) hanya ingin bisa nge-tweet lagi," lanjutnya.

Pandu menegaskan, peretasan terhadap akun pribadinya tidak menyurutkan langkah untuk mengkritisi kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-19.

Jika tidak menggunakan media sosial, dia akan menyampaikan dengan cara lain.

"Saya tidak pernah berniat untuk berhenti untuk menyampaikan pada setiap kesempatan, baik dalam pertemuan ilmiah atau media sosial," kata Pandu.

Sementara itu, saat disinggung tentang pelaku peretasan, Pandu mengaku enggan melaporkannya kepada kepolisian. Meski seharusnya kasus peretasan itu ditangani oleh pemerintah.

"Tidak perlu dilaporkan. Seharusnya peretas itu ditangani pihak pemerintah," tegasnya.

Pandu mengatakan, saat ini ia ingin lebih fokus terhadap isu penanganan pandemi Covid-19 yang dinilai belum berhasil.

Dia berharap masyarakat tidak terpancing dengan adanya pengalihan isu.

"Fokus pada isu penanganan pandemi yang belum berhasil. Jangan terpancing pengalihan isu dan isu lainnya," tuturnya.

Selama pandemi Covid-19, Pandu Riono memang dikenal aktif memberikan informasi seputar penyakit tersebut.

Selain di media sosial, Pandu juga kerap membagi informasi di media cetak, media online maupun televisi.

Tak hanya mengedukasi, pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI ini pun kerap menyampaikan kritik atas penanganan Covid-19.

Di antara kritik itu, Pandu mengingatkan mulai dari rapid test yang tidak efektif, hingga soal pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan penerapan new normal.

Peretasan laman Tempo.co

Tak berselang lama dari peretasan akun Twitter Pandu, laman berita nasional Tempo.co juga diretas, Jumat (21/8/2020) dini hari.  Pemimpin Redaksi Tempo.co, Setri Yasra, membenarkan soal peretasan tersebut.

"Iya benar, ada peretasan ke situs Tempo.co, kejadiannya semalam," kata Setri saat dihubungi Kompas.com, Jumat siang.

Setri menuturkan, peretasan itu terjadi Jumat dini hari sekitar pukul 00.30 WIB.

Awalnya, tampilan situs berubah menjadi warna hitam. Lalu, ada iringan lagu Gugur Bunga selama 15 menit.

Kemudian, muncul tulisan Stop Hoax, Jangan BOHONGI Rakyat Kembali ke etika jurnalistik yang benar patuhi dewan pers. Jangan berdasarkan ORANG yang BAYAR saja. Deface By @xdigeeembok.

Menurut Setri, tim IT langsung bekerja dan berhasil mengambil alih kembali situs Tempo.co pada pukul 01.30 WIB.

Pelaku sempat mencoba kembali melakukan peretasan pada 02.26 WIB. Namun, berselang 5 menit, situs dapat diambil alih oleh tim dari Tempo.co.

Setri pun menyesalkan aksi peretasan ini. Ia menilai peretasan ini ada kaitannya dengan pemberitaan Tempo yang menyinggung sejumlah pihak.

"Kami menilai ini upaya menganggu kerja jurnalistik yang sedang dilakukan Tempo," kata dia.

Setri mengatakan, seharusnya pihak-pihak yang keberatan dengan pemberitaan bisa melapor ke Dewan Pers sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan justru melakukan peretasan.

"Kalau diretas seperti ini kami juga kan tidak tahu apa yang menjadi keberatan pihak yang meretas itu. Kami tidak tahu ini terkait pemberitaan yang mana," ucapnya.

Pembungkaman kritik

Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid mengatakan, peretasan akun Twitter pribadi Pandu Riono dan laman berita Tempo.co merupakan pelanggaran atas kebebasan berpendapat.

Usman menyoroti kedua kasus peretasan ini berhubungan dengan kritikan atas kebijakan Pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Peretasan akun twitter pribadi Pandu Riono dan laman berita Tempo.co adalah pelanggaran hak atas kebebasan berpendapat dan berekspresi," ujar Usman dalam siaran persnya, Jumat (21/8/2020).

"Kedua kasus peretasan ini dengan jelas mengarah kepada mereka yang berani mengkritik kebijakan pemerintah," lanjutnya.

Dia menilai, selama ini Pandu Riono begitu lantang menyuarakan kritik terhadap kebijakan Pemerintah dalam menangani wabah Covid-19.

Sementara, pemberitaan Tempo banyak menyorot keprihatinan dan sosial yang terjadi di dalam negeri, termasuk juga mengkritisi rezim yang sedang berkuasa.

“Kami memandang kedua kasus peretasan ini dapat dilihat sebagai pembungkaman kritik. Jika ini benar, maka jelas pelanggaran HAM telah terjadi," lanjut Usman.

"Hak seseorang untuk mengungkapkan pendapatnya adalah hak yang dilindungi di konstitusi dan hukum HAM internasional," tegasnya.

Amnesty International Indonesia meminta pemerintah dan aparat penegak hukum mengusut kasus ini secara transparan, akuntabel, dan jelas.

Semua pelaku peretasan wajib ditangkap, diproses dengan adil dan dihukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

"Jikalau terbukti pelaku adalah bagian dari otoritas negara, maka tidak boleh ada impunitas hukum," kata Usman.

 Selain itu, negara juga harus menjamin bahwa hak kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dilindungi.

Sebab, kata Usman, masyarakat berhak mendapatkan informasi.

"Pembungkaman informasi, apalagi terkait pandemi yang tengah berlangsung, tidak hanya melanggar hak atas informasi yang dijamin dalam hukum HAM internasional, namun juga berpotensi melanggar hak atas kesehatan," tutur dia.

Puluhan serangan digital 

Berdasarkan catatan Amnesty International Indonesia, kedua kasus tersebut bukanlah kasus intimidasi dan serangan digital pertama yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Kasus serupa pernah menimpa aktivis Ravio Patra pada April 2020, yang secara terbuka mengkritik kekurangan transparansi data tentang pasien Covid-19.

Akun Whatsapp Ravio diretas dan ia kemudian diamankan oleh polisi karena dianggap menyebarkan provokasi melalui akun Whatsapp.

Amnesty mencatat, sejak Februari hingga 11 Agustus 2020 setidaknya terdapat 35 kasus dugaan intimidasi dan serangan digital terhadap mereka yang aktif mengkritik kebijakan pemerintah.

Padahal, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi sudah dijamin dan dilindungi berbagai instrumen hukum.

Secara internasional, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin di pasal 19 di Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta Komentar Umum Nomor 34 terhadap Pasal 19 ICCCP.

Hak tersebut juga dijamin di Konsitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E dan 28F UUD, serta pada Pasal 14 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

https://nasional.kompas.com/read/2020/08/22/08072741/serangan-digital-di-era-jokowi-pelanggaran-hak-berpendapat-dan-pembungkaman

Terkini Lainnya

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke