Happy dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu lantaran berkomentar tentang kasus pemecatan Evi Novida Ginting Manik sebagai Komisioner KPU RI di media sosial.
Sanksi itu dibacakan di dalam sidang pembacaan putusan yang digelar DKPP pada Rabu (29/7/2020).
"Menjatuhkan sanksi peringatan kepada Teradu, Happy Suryani Harefa, selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Kota Gunungsitoli sejak putusan ini dibacakan," kata Ketua DKPP Muhammad, dilansir dari keterangan tertulis di laman resmi DKPP, Senin (3/8/2020).
Berdasarkan berkas Putusan DKPP, Happy mengomentari salah satu berita media daring yang berjudul "Dipecat Jokowi, Eks Komisioner KPU Evi Novida Gugat ke PTUN", di laman Facebook pribadinya.
Komentar yang diunggah pada 19 April 2020 itu berbunyi, "Pemecatan yang menurut hemat saya sebuah tragedi, mengingat dalam sejarah tidak pernah terjadi yang namanya pemecatan anggota KPU RI. Pemecatan ini juga mengorbankan satu2nya komisioner perempuan di KPU RI, dimana menurut saya seharusnya hanya boleh terjadi jika memang memiliki dasar pemecatan yang kuat. Semoga ibu Evi mampu membuktikan di PTUN bhw proses pemecatan ini memang cacat hukum".
Unggahan Happy kemudian diadukan seorang PNS yang juga berprofesi sebagai pengurus DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Gunung Sitoli bernama Kariaman Zebua ke DKPP.
DKPP berpandangan, unggahan Happy di Facebook tidak dapat dibenarkan secara etika lantaran menimbulkan framing terhadap kasus pemecatan Evi Novida.
"Teradu seharusnya berhati-hati dalam mengungkapkan pendapat di media sosial. Frasa cacat hukum terbukti menimbulkan kesan Teradu melakukan framing proses pemecatan cacat hukum sehingga menimbulkan beragam reaksi dan tanggapan masyarakat," ujar Anggota DKPP Ida Budhiati.
Menurut DKPP, empati atas Evi Novida Ginting Manik seharusnya disampaikan secara pribadi kepada yang bersangkutan.
Majelis juga berpendapat, sebagai penyelenggara pemilu Happy sepatutnya lebih bijaksana menggunakan media sosial dan menyebarluaskan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam perkara ini, DKPP menyebut bahwa Happy melanggar Pasal 2, Pasal 12 huruf a dan huruf e, Pasal 15 huruf b, dan Pasal 19 huruf g Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Diketahui, pada pertengahan April 2020, Evi Novida Ginting Manik mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas kasus pemecatan dirinya sebagai Komisioner KPU.
Evi menggugat surat keputusan Presiden Joko Widodo bernomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan dirinya secara tidak hormat per tanggal 23 Maret 2020
"Saya selaku penggugat dan tergugatnya Presiden Republik Indonesia. Gugatan saya tercatat Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT," kata Evi melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (19/4/2020).
Melalui gugatan ini, Evi meminta PTUN untuk menyatakan Keppres Jokowi terkait pemecatan dirinya batal atau tidak sah.
Ia juga meminta PTUN untuk memerintahkan presiden mencabut Keppres tersebut.
Perkara ini bermula ketika pertengahan Maret 2020 lalu Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melalui Putusan Nomor 317/2019 memecat Evi Novida Ginting Manik sebagai Komisioner KPU.
Evi dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu dalam perkara pencalonan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat daerah pemilihan Kalimantan Barat 6 yang melibatkan caleg Partai Gerindra bernama Hendri Makaluasc
Menindaklanjuti Putuaan DKPP, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 34/P Tahun 2020 yang memberhentikan Evi secara tidak hormat per tanggal 23 Maret 2020.
https://nasional.kompas.com/read/2020/08/03/15261231/komentari-pemecatan-evi-novida-komisioner-kpu-daerah-disanksi-dkpp