Salin Artikel

Peneliti Sejarah Kritik Narasi soal Kudatuli dalam Buku Pelajaran

Menurut Asvi, narasi kudatuli di buku pelajaran sejarah masih erat dengan kekuasaan Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto dengan menyudutkan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

"Menjadi soal adalah bagaimana peristiwa 27 Juli ditulis dalam sejarah Indonesia. Sejarah mutakhir 2008, masih menyudutkan PDI atau PDI-P. Karena yang dituding melakukan kekerasan adalah pendukung Megawati, misalnya tulisan di dalam buku yang jadi rujukan guru mengajarkan sejarah," kata Asvi dalam diskusi Forum Jas Merah bertema "Huru-Hara di Penghujung ORBA: Refleksi Peristiwa 27 Juli 1996", Senin (27/7/2020).

Ia pun mengaku khawatir terhadap narasi sejarah di buku pelajaran yang menjadi pegangan bagi para guru dalam mengajar murid-murid ini.

Asvi mengutip salah satu buku pelajaran sejarah yang menyebut bahwa pada 27 Juli 1996 pendukung Megawati terkonsentrasi di Megaria dan mencoba menembus blokade aparat.

Berikutnya, dikatakan massa membakar sejumlah bangunan seperti Gedung Bank Kesawan dan showroom mobil. Lalu, aksi pendukung Megawati yang masih bergerak.

Asvi mengatakan, dalam narasi tersebut tidak jelas disebutkan siapa pelakunya.

Namun, secara tidak langsung juga dikaitkan dengan pendukung Megawati Soekarnoputri yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PDI.

"Saya garis bawahi ada kalimat 'massa membakar apartemen' dan tak disebutkan pelakunya. Hanya massa. Namun, kalimat itu di antara kalimat yang menyangkut pendukung Megawati. Orang awam akan membaca bahwa yang membakar itu adalah pendukung Megawati. Jadi menurut saya ini harus diluruskan di dalam buku yang jadi pedoman guru mengajarkan sejarah," papar dia.

Ia mengatakan, sejak 2 Oktober 1965, rezim Orde Baru sudah melakukan kontrol ketat terhadap media massa sebagai alat penyebar pesan atau narasi sejarah versi penguasa Orde Baru. 

Asvi mengatakan, selepas peristiwa Kudatuli, Kassospol ABRI saat itu, Syarwan Hamid mengumpulkan media massa.

"Tanggal 28, media massa dikumpulkan oleh Syarwan Hamid. Pimred-pimrednya dikumpulkan untuk menyampaikan narasi penguasa saat itu," kata Asvi.

Pada akhir diskusi, Asvi kemudian menyinggung soal pelanggaran HAM berat pada era Orde Baru. Menurut dia, masih banyak kasus pelanggaran HAM yang hingga kini belum tuntas.

"Peristiwa pelangaran HAM di era Orba masih bersifat impunitas, tidak ada yang diselesaikan secara tuntas. Banyak pelanggaran termasuk HAM berat sejak 1965 sampai 1998 masih terkatung-katung," kata Asvi. 

Ia pun berharap pemerintah dapat segera menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat ini.

Presiden Joko Widodo pernah berjanji pada periode pertama pemerintahannya untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM.

"Meskipun kita sedang hadapi wabah corona, seyogyanya sehabis masalah itu, kita berupaya juga mencoba menyelesaikan masalah HAM masa lalu sehingga bangsa ini tak menanggung terus beban ini sepanjang masa," kata Asvi.

https://nasional.kompas.com/read/2020/07/27/18270941/peneliti-sejarah-kritik-narasi-soal-kudatuli-dalam-buku-pelajaran

Terkini Lainnya

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Anies: Yang Lain Sudah Tahu Belok ke Mana, Kita Tunggu PKS

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke