Salin Artikel

Baleg Pertimbangkan Cabut Dua Pasal Tentang Pers Dalam RUU Cipta Kerja

Rapat secara virtual yang dipimpin Wakil Ketua Baleg Willy Aditya ini membahas tentang dua pasal tentang pers yang diatur dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana mengatakan, komunitas pers mempertanyakan alasan pemerintah memasukkan dua pasal tentang pers dalam RUU Cipta Kerja.

"Alasannya (pemerintah) apa? Sebab, pemerintah bukan satu-satunya pihak yang berperan dalam mengembangkan usaha pers. Selanjutnya, untuk menghindari peran monopolistik dari pemerintah dalam pengembangan usaha pers. Ini yang menjadi usaha kami," kata Yadi.

Diketahui, dua pasal tersebut adalah Pasal 11 dan Pasal 18 dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

Pasal 11 dalam UU Pers menjadi Pasal 87 di RUU Cipta Kerja yang menyebutkan bahwa penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar modal.

Pemerintah pusat mengembangkan usaha pers melalui penanaman modal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang penanaman modal.

Yadi juga meminta, pemerintah mencabut dua ayat dalam Pasal 18 dalam RUU Cipta Kerja direvisi dari UU Pers, terutama ayat 3 dan 4 yaitu terkait adanya aturan pemerintah.

Sebab, hal ini akan membuat pemerintah lebih jauh mengatur media dan pers. Sedangkan dalam UU Pers disebutkan bahwa tidak ada aturan di bawahnya yang mengatur media dan pers karena sudah ada Dewan Pers.

"Hal ini membuka peluang pemerintah melalui RUU ini untuk menerbitkan aturan pemerintah mengatur pers. Sedangkan di UU nomor 40 tahun 99 jelas bahwa pers itu tidak ada aturan di bawahnya, karena sudah ada dewan pers yang mengatur pers di sini," ujar dia.

Dalam draf RUU Cipta Kerja Pasal 18 menyebutkan, pemerintah menaikkan empat kali lipat denda atas ayat 1 dan ayat 2 dari Rp 500 juta menjadi Rp 2 miliar.

Adapun ayat 1 berbunyi, "Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar".

Kemudian ayat 2 berbunyi: "Bagi perusahaan pers yang melanggar ketentuan pasal 5 ayat 1 dan ayat 2, serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 2 miliar".

Lalu, ayat 3 yang berbunyi: "Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 9 ayat 2 dan Pasal 12 dikenai sanksi administratif".

Terakhir ayat 4 yang berbunyi: "Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat 3 diatur dengan Peraturan Pemerintah".

Dua Pasal Dipertimbangkan Dicabut

Menanggapi hal tersebut, Anggota Baleg dari Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo mengatakan, media dan pers sudah cukup bagus diatur dalam undang-undang sendiri.

Oleh karenanya, ia menyetujui pasal tentang pers dikeluarkan dari RUU Cipta Kerja.

"Sepengetahuan saya pada waktu sosialisasi sejak awal, yang namanya UU Pers tidak masuk ranah RUU Ciptaker. Oleh karena itu, sikap fraksi Partai Golkar daripada ini menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian yang lebih jelas dari UU yang sudah ada, saya mengusulkan secara konkret, Fraksi Partai Golkar usulkan yang terkait media dan pers didrop dari RUU Ciptaker," kata Firman.

Anggota Baleg dari Fraksi Partai Nasdem Taufik Basari juga mempertanyakan alasan pemerintah memasukkan pasal tentang pers dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja.

Ia mengatakan, akan meminta penjelasan dari pemerintah terkait masuknya pasal tentang pers dalam RUU Cipta Kerja.

"Saya sudah pelajari beberapa pasal yang terkait dengan pers, memang timbul pertanyaan saya, kenapa kemudian perlu dibahas hal-hal yang terkait pers ini di dalam RUU Cipta Kerja, relevansinya seperti apa?," kata Taufik.

"Oleh karena itu, dalam rapat kerja dengan pemerintah saya akan mempertanyakan apa alasan pemerintah mesti dimuat tentang pers di RUU Ciptaker," lanjut dia.

Taufik juga mengatakan, jika alasan pemerintah tidak kuat dalam memasukkan pasal pers dalam RUU Cipta Kerja, maka sebaiknya pasal tersebut dikeluarkan dari RUU sapu jagat tersebut.

"Kalau argumentasinya tidak kuat, dan ternyata tidak perlu diatur dalam RUU Cipta kerja ini kemudian kita mengamini apa yang disampaikan pak Firman tadi. Keluarkan saja, agar kita fokus pada kemudahan berusaha dan perizinan," lanjut dia.

https://nasional.kompas.com/read/2020/06/09/19362741/baleg-pertimbangkan-cabut-dua-pasal-tentang-pers-dalam-ruu-cipta-kerja

Terkini Lainnya

Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke