Hal tersebut disampaikan Helmy dalam diskusi bertajuk "New Normal : Tatanan Hidup Covid-19" secara virtual, Senin (18/5/2020).
Helmy mengatakan, gaya bahasa tersebut penting menjadi pola pemerintah karena masyarakat Indonesia beragam dan berasal dari berbagai latar belakang.
"Saya praktisi komunikasi, saya masih ada catatan sekarang, saya tidak katakan kritik tetapi memberikan masukan bahwa masyarakat kita demikian heterogen, dan mayoritas masyarakat kita adalah pendidikannya SMA ke bawah," kata Helmy.
"Tolong lah gunakan bahasa yang baik saja, tips komunikasi pertama itu you have to speak in audience language, kita harus bicara dalam bahasa audiens," sambungnya.
Helmy mengatakan, semua informasi yang disampaikan pemerintah terkait Covid-19 belum tentu dapat dipahami masyarakat.
Bahkan, sebagian dari mereka belum mengerti kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Oleh karenanya, ia mengatakan, gaya bahasa sangat diperlukan agar pesan pemerintah dapat diterima dengan baik masyarakat.
"Audiens kita itu siapa? Yakin kah kita semua, rakyat kita mengerti swab test? PCR? Ini yang bahasanya, jangan-jangan rakyat itu tidak mengerti, dan Anda lihat di bawah-bawah itu, masih banyak tuh yang tidak tahu PSBB itu apa," ujarnya.
Helmy juga menyoroti, informasi yang disampaikan pemerintah yang sering berubah-ubah dalam penanganan Covid-19.
Menurut dia, hal tersebut akan menyulitkan aparat keamanan yang bertugas di lapangan karena masyarakat bingung dengan aturan yang ditetapkan pemerintah.
"Informasi yang kerap berubah-berubah dari atas sampai kepada masyarakat, saya bayangkan jika Polisi, Satpol PP yang berada di bawah bagaimana menjelaskan kepada masyarakat, jadi komunikasi publik itu tidak gampang, diksi harus benar dan harus ada kedekatan atau empati dengan audiensi," pungkasnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/18/22402791/penanganan-covid-19-pemerintah-disarankan-gunakan-gaya-komunikasi-yang-mudah