Salin Artikel

Detik-detik Mahasiswa Kuasai Gedung Parlemen Tuntut Reformasi...

Mereka menuntuk agar Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, setelah terpilih untuk ketujuh kalinya.

Situasi ekonomi dan politik Orde Baru saat itu menjadi pemantik para mahasiswa melakukan aksi besar-besaran.

Dilansir buku berjudul 'Mahasiswa dalam Pusaran Reformasi 1998, Kisah yang Tak Terungkap (2016)', dua kelompok mahasiswa Universitas Indonesia, yaitu Senat Mahasiswa UI dan Keluarga Besar UI sepakat untuk bergerak bersama-sama.

Pada 18 Mei 1998, mereka memutuskan bergerak menuju gedung parlemen untuk melebur dengan kelompok mahasiswa lain yang sejak pagi mengepung gedung tersebut.

Kelompok itu, antara lain Organisasi Forum Kota (Forkot), PMII, HMI dan KAMMI.

Salah satu aktivis yang tergabung di Forkot, Mohamad Syafi' Alielha atau Savic Ali sempat bercerita bahwa massa Forkot sendiri sebenarnya tidak berencana menduduki gedung DPR/MPR.

Saat itu, massa Forkot yang terdiri dari 9.000 mahasiswa merupakan massa aksi yang pertama kali merangsek ke kawasan gedung DPR RI.

Menurut Savic, Forkot sudah memulai aksi menuntut Soeharto mundur sejak 1997. Demonstrasi bermula dari aksi mimbar bebas yang diadakan di beberapa kampus.

Ia mengatakan, pada hari itu, Forkot hanya berencana menggelar unjuk rasa di depan gedung DPR serta meminta perwakilan Forkot masuk ke DPR untuk bertemu pimpinan parlemen.

Namun, kelompok pertama yang berhasil masuk ke dalam gedung DPR/MPR jusru Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ).

Sekitar pukul 11.30 WIB, 50 perwakilan mahasiswa dari FKSMJ dari berbagai kampus masuk ke dalam kompleks parlemen.

"Kami juga enggak ada target untuk menjebol. Saat itu agak tricky, karena waktu itu sebenarnya sudah ada teman-teman dari FKSMJ yang bertemu pimpinan DPR di dalam. Tapi mereka perwakilan," kata Savic dalam arsip tayangan "Satu Meja" Kompas TV, Senin (21/5/2018).

Masuknya 50 perwakilan FKSMJ itu membuat kelompok mahasiswa lain melakukan negosiasi agar dapat masuk ke dalam.

Sekitar pukul 13.00 WIB, mahasiswa yang berada di luar pun mulai masuk ke dalam.

"Kemudian Forkot datang dengan membawa ribuan massa. Kami negosiasi dengan aparat yang menjaga, minta delegasi ditambah. Begitu gerbang dibuka sedikit, langsung ditarik oleh teman-teman dari kanan dan kiri. Akhirnya ribuan orang masuk," tutur Savic.

Menuntut Reformasi

Pada 18 Mei 1998, sebenarnya tidak hanya mahasiswa yang bergerak ke gedung DPR/MPR.
Sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Reformasi Nasional juga mendatangi kompleks parlemen.

Dilansir dari arsip Harian Kompas, tokoh yang datang antara lain Subroto, YB Mangunwijaya, Ali Sadikin, Solichin GP, Rendra dan Sri Edi Swasono.

Salah satunya adalah Dimyati Hartono, yang menuntut reformasi bidang politik, ekonomi, dan hukum; serta tuntutan mundurnya Soeharto-Habibie.

Di tengah audiensi, perwakilan FKSMJ masuk. Mereka memanfaatkan audiensi itu untuk menuntut dilaksanakannya Sidang Istimewa MPR.

Selain perwakilan UI dan FKSMJ, gedung DPR/MPR saat itu sebenarnya juga sudah didatangi perwakilan Institut Pertanian Bogor yang dipimpin Rektor IPB Soleh Salahuddin.

Mereka menemui Fraksi Karya Pembangunan (Golkar) dan Fraksi Persatuan Pembangunan. Tuntutannya pun sama, reformasi di segala bidang.

Dalam waktu yang bersamaan, Ketua PP Muhammadiyah Amien Rais juga sedang mengadakan pertemuan dengan Komisi II DPR.

Dalam pertemuan, Amien Rais menyatakan bahwa Sultan Hamengkubuwono X siap memimpin long march pada 20 Mei 1998 di Yogyakarta untuk menuntut digelarnya Sidang Umum Istimewa MPR dengan agenda penggantian kepemimpinan nasional.

Semakin besarnya tuntutan di gedung DPR/MPR pada hari itu, membuat Soeharto dan Orde Baru semakin terdesak.

Soeharto Diminta Mundur

Sekitar 15.20 WIB, mahasiswa dan aktivis yang ada di dalam gedung DPR/MPR pun mendapat kejutan besar.

Saat itu, pimpinan DPR/MPR yang diwakili Harmoko membuat konferensi pers menyikapi tuntutan reformasi.

Bagai petir di siang bolong, saat itu pimpinan DPR/MPR yang diwakili Harmoko meminta Soeharto untuk mundur.

"Dalam menanggapi situasi seperti tersebut di atas, pimpinan dewan, baik ketua maupun wakil-wakil ketua, mengharapkan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri," kata Harmoko, dikutip dari arsip Kompas yang terbit 19 Mei 1998.

"Pimpinan dewan menyerukan kepada seluruh masyarakat agar tetap tenang, menahan diri, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mewujudkan keamanan ketertiban supaya segala sesuatunya dapat berjalan secara konstitusional," ujar dia.

Bertahan Empat hari

Meski Harmoko membuat pernyataan mengejutkan, para mahasiswa tetap tidak beranjak meninggalkan gedung DPR/MPR. Semakin sore, jumlah mahasiwa yang datang ke gedung DPR semakin banyak.

Kompas menulis bahwa sebagian memang meninggalkan kompleks parlemen. Akan tetapi, sebagian lain masih bertahan.

Mereka tidak percaya begitu saja pernyataan Harmoko dan tetap akan menuntut pelaksanaan Sidang Istimewa untuk mengganti Soeharto.

Keesokan harinya, 19 Mei 1998, jumlah mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR terus bertambah. Hal ini menyebabkan Soeharto semakin terdesak.

Dinamika politik yang ada saat itu pun tidak menguntungkan "Jenderal yang Tersenyum" itu. Hingga kemudian, Soeharto akhirnya mengundurkan diri sebagai presiden pada 21 Mei 1998.

https://nasional.kompas.com/read/2020/05/18/07342901/detik-detik-mahasiswa-kuasai-gedung-parlemen-tuntut-reformasi

Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke