Salin Artikel

Covid-19, Puasa, dan "Maqashid Syari’ah" dalam Pancasila

RAMADHAN tahun ini kita jalani di tengah krisis pandemi virus corona (Covid-19). Seakan ingin memperdalam kualitas puasa, Covid-19 mengajak kita menempuh perjalanan ke dalam diri.

Dengan dorongan menghindari aktivitas sosial dalam kerumunan dan ritualisme simbolik, wabah corona mengajak kita ke substansi terdalam dari keberagamaan. Di masa Covid-19 ini, penafsiran terhadap puasa pun mengalami pergeseran.

Tahun-tahun lalu, kita masih memaknai puasa sebagai asketisisme spiritual. Biasanya, puasa kita maknai "hanya" sebagai sebuah proses mesu budhi, yang oleh Imam al-Ghazali disebut sebagai pembersihan jiwa (tazkiyah al-nafs). Kita membersihkan diri dari sifat kebinatangan untuk lebih mengaktifkan unsur ketuhanan. Badan istirahat, jiwa dihidupkan.

Di masa corona, penafsiran an sich spiritual tidak mencukupi. Kita harus menjalankan refleksi dengan lebih menggerakkan aksi, yakni aksi kemanusiaan.

Dimensi sosial dari puasa harus lebih diaktifkan. Sebab, jutaan saudara terdampak ekonomi, mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan akhirnya jaminan untuk berpuasa dengan layak menjadi terkendala.

Puasa lalu kembali pada tujuan utama pensyariatannya, yakni sebagai ritus pengasahan kepekaan sosial demi mempraksikan Islam sebagai agama kasih (al-rahmah).

Sebagaimana ditegaskan oleh Abdurrahman Wahid (1989), puasa dan empat ibadah dalam Rukun Islam (syahadat, sholat, zakat dan haji) merupakan ibadah sosial.

Wahid lalu menyebutnya sebagai “Rukun Sosial” yang dilandasi QS Al-Baqarah: 177. Allah SWT meminta kita ringan tangan membantu fakir miskin sebagai amal penyempurnaan iman.

Teologi Pancasila

Dengan pemahaman keagamaan seperti ini, kita tengah mengamalkan suatu “teologi Pancasila”. Sebuah teologi (penghayatan ketuhanan) yang mempraksiskan iman kepada Tuhan melalui amal kemanusiaan dalam bentuk perwujudan kesejahteraan sosial.

Inilah mengapa dasar negara kita ini sebenarnya sangat sesuai dengan Islam, terutama dengan tujuan utama dari syariah (maqashid syari’ah).

Prof KH Yudian Wahyudi, Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyatakan, Pancasila adalah lokalitas dari penerapan syariah Islam. Yudian menyampaikan hal ini dalam presentasi tentang Pancasila sebagai Kalimatun Sawa’ (kalimat bersama) di Harvard Law School, pada 16 April 2003.

Menurut Yudian, Islam dan syariahnya memiliki hukum kepasangan. Pada satu sisi ia Ilahi—bersifat ketuhanan—, tetapi pada saat bersamaan juga bersifat manusiawi dan duniawi.

Pada satu sisi ia universal dan absolut, tetapi pada saat bersamaan ia mewujud dalam lokalitas dan temporalitas pula.

Perintah Allah untuk menegakkan keadilan, misalnya,adalah Ilahi, universal, dan absolut. Namun, dalam pengamalannya, selalu melibatkan (dan untuk) manusia beserta lokalitas dan temporalitas kasusnya. Ukuran keadilan di Arab tentu berbeda dengan di negeri kita karena perbedaan ruang dan waktu.

Kepasangan Ilahiah-manusiawi ini juga terkait dengan tiga prioritas hukum Islam.

Pertama, prioritas mendasar (dlaruriyyat) yang menyangkut hak-hak dasar manusia, seperti hak beragama, hak hidup, hak berpikir, hak properti, dan hak keturunan. Kedua, prioritas kebutuhan (hajiyyat) yang mendukung hak-hak dasar. Ketiga, prioritas ornamental (tahsiniyyat) yang mempercantik kedua dimensi sebelumnya.

Ketika Pancasila memuat nilai-nilai dlaruriyyat—karena di dalamnya terdapat perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia— maka dasar negara ini memiliki dua macam tempat di dalam syariah Islam.

Pertama, sebagai unsur hajiyyat yang mendukung terpenuhinya hal-hal dlaruriyyat. Artinya, Pancasila menjadi “wadah” yang memuat, melindungi dan memastikan terlaksananya hak-hak dlaruriyyat.

Kedua, menjadi “manifestasi lokalitas” (tahsiniyyat) dari pelaksanaan (substansi) syariah. Karena menurut para tokoh Islam penanda tangan Piagam Jakarta (1945), sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan tauhid maka Pancasila adalah bentuk lokal dari tauhid.

Inilah yang dimaksud Yudian sebagai hukum kepasangan dalam syariah, yaitu ketika hukum Ilahiah hadir dalam “wajah lokal” tempat ia bersemi dan membuahkan kebaikan.

Puasa emansipatoris

Lalu seperti apakah karakter dari maqashid syari’ah yang selaras dengan prinsip-prinsip teologis Pancasila? Inilah yang layak dibicarakan, terutama di bulan Ramadhan musim krisis corona ini.

Dalam konteks ini, ada beberapa hal yang perlu kita refleksikan.

Pertama, maqashid syari’ah mengajarkan pada kita bahwa tujuan turunnya syariah Islam adalah untuk melindungi manusia dari kerusakan dan menunjukkan jalan agar manusia mendapatkan kebaikan. Inilah makna dari Islam, yang berarti selamat menuju kedamaian.

Untuk mencapai keselamatan ini, seorang Muslim harus bertauhid. Yakni mengesakan Allah dengan menaati hukum-hukum (ayat)-Nya, baik yang terdapat di Al Quran dan hadist maupun di alam kehidupan dan di diri manusia (QS Fussilat: 53).

Keberhasilan Muslim dalam mengintegrasikan hukum teologis (Qur’aniyyah), hukum alam (kosmos), dan hukum kemanusiaan (kosmis) inilah yang disebut bertauhid (Yudian Wahyudi, 2020:163).

Kedua, lalu seperti apa praksis hukum alam dan kemanusiaan dalam rangka ketuhanan itu?

Dalam konteks hidup berbangsa, rumusannya ada di dalam Pancasila. Yakni bertuhan dengan merawat persatuan-kebangsaan dan kerakyatan-demokrasi (hukum alam kehidupan) demi terwujudnya kesejahteraan manusia (hukum kemanusiaan).

Setiap praktik ibadah yang tidak menguatkan hukum alam dan kemanusiaan ini otomatis tidak sempurna dan akan melahirkan chaos, baik dalam diri manusia maupun alam kehidupannya.

Ramadhan di masa krisis Covid-19 ini menjadi momentum untuk mengamalkan maqashid syari’ah bernuansa Pancasila tersebut.

Artinya, ibadah puasa tidak boleh sekadar menjadi ritus individualis guna pembersihan diri. Ia harus juga menjadi “katarsis sosial” dengan mengamalkan dimensi kasih (rahmah) yang mengangkat harkat sesama di tengah krisis ekonomi yang akut.

Puasa akhirnya tidak hanya mendorong kepekaan sosial, tetapi ia juga harus dipraksiskan melalui “emansipasi sosial” untuk merangkul kaum papa yang terdampak krisis.

https://nasional.kompas.com/read/2020/05/13/10470281/covid-19-puasa-dan-maqashid-syariah-dalam-pancasila

Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke