Hal tersebut disampaikan Sohibul Iman dalam Orasi Kebangsaan dan Kemanusiaan Milad ke-22 PKS yang bertajuk "Titik Balik Bangsa Indonesia", Rabu (22/4/2020).
"Atas nama penyelamatan ekonomi, Perppu tersebut memberi legitimasi benih-benih otoritarianisme melalui perundang-undangan," kata Sohibul Iman.
Menurut Sohibul, Perppu Nomor 1 tahun 2020 secara eksplisit memangkas hak-hak legislasi dan anggaran DPR RI.
Perubahan APBN, kata dia, cukup melalui proses Peraturan Presiden tanpa melalui proses legislasi UU yang harus mendapatkan persetujuan DPR RI sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945.
Sohibul mengutip kredo politik yaitu "power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely". Artinya, kekuasaan mutlak berpotensi melahirkan penyimpangan.
Oleh karena itu, menurut dia, penting ada pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif agar terjadi check and balances.
"Sehingga gerak langkah Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan tetap pada rel yang benar sesuai dengan Konstitusi dan Perundang-undangan yang berlaku," ujarnya.
Sohibul Iman meminta DPR tidak menjadi tukang stempel pada semua kebijakan pemerintah.
DPR, kata dia, sebagai pihak legislatif harus kritis dan bersikap rasional atas kebijakan pemerintah.
"Harus bersikap sebagai kekuatan penyeimbang Pemerintah dan pejuang suara hati rakyat," ucap dia.
Lebih lanjut, Sohibul meminta, Fraksi PKS di DPR mengkaji kembali Perppu Nomor 1 tahun 2020 dan menyiapkan argumen untuk menolak Perppu tersebut menjadi Undang-Undang.
"Saya juga mengajak kepada seluruh pimpinan partai politik dan pimpinan DPR RI untuk bersama-sama menyelamatkan dan mengawal demokrasi dan konstitusi kita agar tetap on the track," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/23/13033101/pks-nilai-perppu-covid-19-berpotensi-munculkan-otoritarianisme