Hal itu menyusul banyaknya kasus eks napi yang justru kembali melakukan kejahatan setelah memperoleh asimilasi atau pembebasan bersyarat dari pemerintah.
Direktur Hukum dan Regulasi Bappenas Prahesti Pandanwangi menilai, sebelum membebaskan para warga binaan, Kemenkumham tentu telah melakukan proses seleksi yang ketat dengan menggunakan risk asessment.
"Tapi memang kita perlu melihat lagi proses pengawasan warga binaan pemasyarakatan, melalui program di Ditjen Pas itu sendiri," kata Prahesti dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (14/4/2020).
"Misalnya pokmas atau kelompok masyarakat yang kalau secara perencanaan penganggaran sudah menjadi kegiatan prioritas nasional di 2020 ini," ujar dia.
Menurut dia, Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham dalam dua hingga tiga tahun terakhir ini memang telah melaksanakan kegiatan pokmas untuk membina warga binaan yang telah keluar.
Namun, ia menilai bahwa kegiatan itu perlu dioptimalkan dalam situasi pandemi seperti pada saat ini untuk meminimalisir potensi kejahatan yang kembali dilakukan eks warga binaan.
Selain itu, ia menambahkan, perlu adanya penyampaian informasi yang tepat kepada masyarakat dan aparat penegak hukum di lingkungan sekitar warga binaan dibebaskan, agar mereka juga dapat mengawasi kegiatan mereka.
"Selanjutnya informasi kepada polisi terhadap warga binaan yang dibebaskan, untuk sama-sama kita bisa mengawasi," ucap dia.
Berdasarkan data Kemenkumham, sudah lebih dari 36.000 warga binaan yang dibebaskan baik melalui program asimilasi maupun pembebasan bersyarat selama pandemi Covid-19.
Kebijakan itu diambil sebagai upaya untuk meminimalisasi dampak penyebaran Covid-19 di lingkungan lembaga pemasyarakatan.
Meski demikian, ada sejumlah warga binaan yang telah dibebaskan justru mengulangi kejahatan di masyarakat.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/14/14452181/bappenas-nilai-eks-napi-yang-bebas-karena-wabah-covid-19-perlu-diawasi-ketat