Sebab, kekhawatiran yang kini tengah muncul yaitu pergeseran episentrum Covid-19 ke sejumlah wilayah di Tanah Air.
Menurut Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, hingga kini pemerintah belum satu suara terkait pelaksanaan mudik.
Presiden Joko Widodo, misalnya, tetap membolehkan pelaksanaan mudik.
Namun di lain pihak Wakil Presiden Ma'ruf Amin justru mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memberikan anjuran mudik haram.
Sikap kontradiktif lainnya ditunjukkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang tetap membolehkan pelaksanaan mudik.
Namun, di saat yang sama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengeluarkan surat edaran baru yang berisi larangan mudik hingga pandemi Covid-19 selesai bagi seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN).
Bahkan, dalam surat edaran terbaru, ASN diminta mengimbau masyarakat untuk tidak mudik.
"Pemerintah tampak gamang, ambigu, bahkan inkonsisten dalam upaya pengendalian Covid-19," kata Tulus dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (7/4/2020).
Saat ini, jumlah kasus positif Covid-19 di Tanah Air telah mencapai 2.738 orang, setelah sebelumnya terjadi penambahan 247 kasus per 7 April 2020. Kini, kasus positif Covid-19 telah tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
Adapun jumlah pasien yang masih dirawat sebanyak 2.313 kasus, meninggal 221 kasus dan sembuh 204 kasus.
Wilayah DKI Jakarta, masih menjadi daerah dengan kasus positif tertinggi yakni 1.369 orang. Disusul Jawa Barat 343 orang, Banten 194 orang, dan Jawa Timur 194 orang.
Pemerintah, imbuh dia, seharusnya dapat menjalankan protokol kesehatan yang telah disepakati guna mengendalikan laju penyebaran Covid-19.
"Jika pemerintah memaksakan mudik lebarab, sekali pun dengan istilah pengendalian ketat, maka hal itu akan berisiko tinggi. Yakni, episentrum virus corona akan menyebar dan atau berpindah ke daerah," ujarnya.
Kekhawatiran berikutnya, imbuh dia, Covid-19 dapat menginfeksi petani maupun peternak di daerah yang akan mengancam pasokan logistik masyarakat urban.
"Siapa yang akan memasok logistik, jika para petani tumbang, karena terinfeksi atau tertular virus corona oleh para pemudik?" ucapnya.
Selain itu, ia mengatakan, dengan kian masifnya kasus positif di seluruh daerah, akan membuat sistem pelayanan rumah sakit di daerah jebol.
Pasalnya, infrastruktur dan jumlah dokter dan tenaga kesehatan yang ada di daerah terbatas.
Oleh karena itu, Tulus menyarankan, agar pemerintah tidak hanya berorientasi terhadap kepentingan ekonomi saja dalam menangani Covid-19.
Tetapi juga harus mematuhi protokol kesehatan untuk mengendalikan perkembangan virus tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/08/07120881/ylki-pemerintah-masih-ambigu-soal-mudik