Anggota DPR dari Fraksi PPP, Arsul Sani mengatakan, rencana pelaksanaan tes itu memang belum dibicarakan secara detail Kesetjenan DPR dengan fraksi-fraksi.
Arsul menolak jika disebutkan bahwa pelaksanaan rapid test Covid-19 itu ditunda karena ramainya sorotan publik terhadap rencana tersebut.
"Tidak tepat juga kalau dibilang ditunda. Pelaksanaan rencana itu memang belum dibicarakan dengan fraksi tentang teknis dan jadwalnya," kata Arsul saat dihubungi, Kamis (26/3/2020).
Semula, dikabarkan Sekjen DPR Indra Iskandar bahwa kesekretariatan jenderal menjadwalkan pelaksanaan rapid test Covid-19 bagi para anggota dewan serta keluarganya mulai Kamis ini.
Arsul mengatakan bahwa rencana pelaksanaan rapid test Covid-19 itu masih akan dibahas oleh masing-masing fraksi DPR untuk kemudian disampaikan kepada Kesetjenan DPR.
Ia mengaku tidak bisa memprediksi, apakah tes akan dilakukan sebelum DPR membuka persidangan pada Senin (30/3/2020) mendatang.
"Apakah nanti akan jadi dilaksanakan sebelum dimulai masa sidang tentu harus dibicarakan dulu dengan fraksi-fraksi yang ada," tuturnya.
Arsul pun mafhum dengan sorotan publik mengenai rencana DPR ini.
Namun, ia menjelaskan, bahwa DPR tetap mempertimbangkan kepentingan publik dalam rencana kegiatan rapid test Covid-19.
Ia mengatakan DPR, melalui sumbangan sejumlah anggota dewan, mengadakan 40.000 unit alat rapid test Covid-19.
Hanya sekitar 2.000 hingga 3.000 yang dibutuhkan DPR, sementara sebagian besarnya akan disalurkan ke pemerintah daerah atau rumah sakit yang memang membutuhkan.
"DPR mengadakan 40.000-an alat tes cepat itu agar sebagian besarnya juga dimanfaatkan dengan disumbangkan melalui beberapa pemda atau rumah sakit yang ditunjuk," kata Arsul.
Ia mengatakan bahwa pelaksanaan rapid test Covid-19 pun akan diprioritaskan bagi anggota DPR atau kelarga yang merasa memiliki keluhan sepulang kunjungan dari daerah pemilihan (dapil) masing-masing.
"Pelaksanaannya pun disesuaikan dengan kondisi anggota DPR ya. Jadi misalnya bagi mereka yang merasa ada keluhan atau kurang fit setelah reses dari dapil maka didahulukan. Sedangkan yng merasa sehat, tidak ada keluhan apa pun maka belakangan," kata dia.
Arsul mengaku cukup menyayangkan polemik yang timbul setelah rencana pelaksanaan rapid test Covid-19 itu muncul.
Ia kembali menegaskan bahwa pengadaan alat rapid test Covid-19 itu merupakan sumbangan para anggota dewan, sehingga tidak membebankan anggaran negara.
"Jika komunikasi publik Kesetjenan DPR sesuai pemahaman di atas maka tentu enggak akan jadi ramai," tuturnya.
"Apalagi ini kan tidak menggunakan anggaran negara, sehingga tidak membebankan pemerintah. Sebagian besar alat tes cepat justru akan disumbangkan untuk masyarakat," kata Arsul.
Rencana pelaksanaan rapid test Covid-19 bagi anggota DPR dan keluarganya itu memang menuai banyak kritik publik.
Pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menilai bahwa rencana anggota DPR bersama keluarganya melakukan tes deteksi virus corona yang menyebabkan penyakit Covid-19 melukai hati rakyat Indonesia.
Menurut dia, keistimewaan semacam itu tidak layak dipertontonkan pada publik.
"Semestinya diam, tidak memberikan tontonan yang menyakiti hati rakyat, jika tidak bisa berbuat untuk rakyat," kata Didik, Senin (23/3/2020).
Didik mengakui pengadaan fasilitas tersebut bukan perkara uang semata. Namun, menurut dia, sikap tersebut bertentangan dengan etika dan moral.
"Sebenarnya fasilitas itu tidak seberapa, tidak mahal, tetapi pelajaran moralnya sangat mahal, bersamaan dengan komunikasi yang buruk ke publik," ucapnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/26/10195151/tes-covid-19-anggota-dpr-tak-jadi-hari-ini-tetapi-belum-dibatalkan