"BPJS Kesehatan bukan BUMN. Karena bukan lagi BUMN, pemerintah tidak bisa menaikkan iuran BPJS Kesehatan tanpa terlebih dahulu meminta persetujuan publik," kata dia kepada media, Rabu (19/2/2020).
Iqbal menyampaikan, pemilik BPJS ada tiga pihak.
Pertama, pengusaha yang membayar iuran BPJS. Kedua, masyarakat penerima upah yaitu buruh dan iuran mandiri. Ketiga, pemerintah melalui penerima bantuan iuran (PBI).
“Oleh karena itu, pemerintah tidak bisa sewenang-wenang menaikkan iuran tanpa melakukan uji publik," kata dia.
Said Iqbal menegaskan bahwa DPR sudah menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan kelas III.
Untuk itu, pemerintah seharusnya mendengarkan sikap DPR dan segera membatalkan kenaikan tersebut.
Menurut, dia jaminan kesehatan adalah hak rakyat. Bahkan, dalam UU BPJS dan UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diatur bahwa sudah menjadi kewajiban negara kalau terjadi defisit, melalui apa yang dimaksud dengan dana kontingensi.
“Misalnya terjadi epidemis, bencana alam, atau mungkin kesalahan pengelolaan seperti saat ini, maka bisa menggunakan dana kontingensi,” kata dia.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan, kata Said Iqbal, terbukti memberatkan masyarakat dan bukan solusi untuk menyelesaikan defisit.
Seharusnya kegagalan dalam mengelola BPJS tidak dibebankan kepada rakyat dengan menaikkan iuran.
KSPI pun menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Mereka juga melakukan aksi unjuk rasa penolakan rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini.
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/20/07245761/kspi-bpjs-kesehatan-bukan-bumn-publik-harus-dimintai-pendapat-soal-kenaikan