JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, pasal 170 dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP).
Pasal 170 menyatakan, pemerintah dapat mengubah sebuah undang-undang melalui peraturan pemerintah.
Arsul menuturkan, pada pasal 1 UU PPP diatur bahwa peraturan pemerintah (PP) adalah peraturan yang dibuat pemerintah untuk melaksanakan undang-undang.
"Yang namanya Peraturan Pemerintah adalah peraturan yang dibuat dalam rangka melaksanakan UU (Pasal 1), kalau definisinya itu, PP boleh ada kalau ada UU yang perintahkan adanya PP," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2020).
"Jadi kalau ada PP menggantikan UU itu tidak sesuai dengan pengertian PP di UU 15 tahun 2019," ujar dia.
Menurut Arsul, pemerintah seharusnya tidak membuat satu pasal dalam RUU Cipta Kerja yang menyatakan Undang-undang bisa diubah dengan peraturan pemerintah.
Ia mengatakan, pemerintah bisa membuat prosedur khusus yang dibahas bersama DPR.
Salah satu alternatif mengubah Undang-Undang (UU), kata dia, adalah menggunakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).
"Kalau mau cepat lagi ya gunakan Perppu, ditafsirkan ada keadaan genting yang memaksa, bukan ganti ketentuan UU dengan peraturan pemerintah, kalau ini diperkenankan kan akan jadi preseden. Buat apa kewenangan DPR buat UU," ujarnya.
Lebih lanjut, Arsul menjelaskan, peraturan pemerintah adalah produk hukum yang dibuat oleh eksekutif, sedangkan Undang-Undang dibuat oleh eksekutif dan legislatif.
Oleh karena itu, apabila Undang-Undang bisa diubah dengan PP, maka akan memperburuk sistem hukum di Indonesia.
"Kok mau diubah menjadi hanya dari rumpun eksekutif saja (lewat PP)? Ya itu kacau, ya itu akan mengacaukan sistem hukum dan sistem ketatanegaraan kita," pungkasnya.
Selain itu Arsul mengungkapkan, dalam pembuatan draf RUU Cipta Kerja ini, Presiden Jokowi tidak pernah mengajak partai-partai koalisi untuk membahasnya.
Ia mengatakan, selama ini pemerintah hanya menyampaikan bahwa akan mengeluarkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
"Sejauh yang saya tahu soal ini di antara parpol yang punya fraksi di DPR belum pernah dibicarakan, jadi isu itu yang muncul memang, ketika draf RUU itu dan naskah akademiknya itu disampaikan ke DPR," ungkap Arsul.
Adapun berdasarkan penelusuran Kompas.com, Pasal 170 ayat 1 dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja berbunyi:
"Dalam rangka percepatan pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini."
Kemudian, pada Pasal 170 ayat 2 disebutkan bahwa perubahan ketentuan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Ayat berikutnya menyatakan dalam rangka penetapan peraturan pemerintah, pemerintah dapat berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, ada kemungkinan penempatan aturan tersebut di dalam draf itu disebabkan salah ketik.
"Kalau isi UU diganti dengan PP, diganti dengan perpres, itu tidak bisa. Mungkin itu keliru ketik. Atau mungkin kalimatnya tidak begitu. Saya tidak tahu kalau ada (aturan) begitu (di dalam draf)," ujar Mahfud di Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Senin (17/2/2020).
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/18/20381901/anggota-komisi-iii-sebut-pasal-170-ruu-cipta-kerja-bertentangan-dengan-uu