Hal itu termaktub dalam Pasal 252. Pasal tersebut berbunyi:
(1) Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota yang masih memberlakukan Perda yang dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (2), dikenai sanksi.
(2) Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota yang masih memberlakukan Perda yang dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (2), dikenai sanksi.(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. sanksi administratif; dan/atau
b. sanksi penundaan evaluasi rancangan perda
Adapun, Pasal 252 ayat 3 mendetailkan bentuk sanksi yang diberikan kepada kepala daerah atau anggota DPRD yang nekat memberlakukan perda yang telah dibatalkan Presiden.
Sanksi administratif yang dimaksud ialah kepala daerah dan anggota DPRD tidak diberikan hak keuangan selama tiga bulan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000, hak keuangan kepala daerah mencakup gaji dan tunjangan bulanan.
Dengan demikian, kepala daerah dan anggota DPRD yang memberlakukan perda yang telah dibatalkan tak akan mendapat gaji dan tunjangan selama tiga bulan.
Sebelumnya, diberitakan omnibus law RUU Cipta Kerja memang memberikan kewenangan Presiden mencabut peraturan daerah (perda).
Hal itu termaktub pada Pasal 251 di draf RUU Cipta Kerja, yang menggantikan Pasal 251 dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).
Bubtu pasal itu sebagai berikut:
(1) Perda provinsi dan peraturan gubernur dan/atau perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/wali kota, yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik dapat dibatalkan.
(2) Perda provinsi dan peraturan gubernur dan/atau perda kabupaten/kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku dengan peraturan presiden.
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/14/17364961/omnibus-law-ruu-cipta-kerja-kepala-daerah-bisa-tak-digaji-3-bulan-jika