Sebab, menurut dia, anak-anak terduga teroris tersebut banyak yang tidak memahami soal ISIS.
"Karena anak-anak tersebut sesunggunya tidak memahami tentang ISIS dan mereka ikut karena alasan keluarga," kata Al Araf pada Kompas.com, Kamis (13/2/2020).
Al Araf mengatakan anak-anak itu masih di bawah umur, sehingga menjadi kewajiban negara untuk memulangkannya ke Tanah Air.
"Mereka masih di bawah umur dan merupakan WNI sehingga pemerintah memiliki kewajiban konstitusional untuk memulangkan anak-anak tersebut," ungkapnya.
Kendati demikian, Al Araf mengingatkan pemerintah untuk mengkaji opsi pemulangan anak-anak WNI terduga pelintas batas secara komperhensif.
"Selain itu, pemerintah perlu mempertimbangkan juga untuk memulangkan perempuan atau ibu-ibu yang tidak terlibat," ucap Al Araf.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut bahwa pemerintah tetap membuka opsi memulangkan anak-anak dari WNI yang diduga sebagai teroris lintas batas (foreign terorist fighter) dan eks anggota ISIS ke Indonesia.
Pemerintah sebelumnya memastikan tak akan memulangkan para WNI yang diduga teroris lintas batas dan eks ISIS.
Namun, kelonggaran akan diberikan untuk anak-anak mereka yang sama sekali tak tersangkut aksi terorisme orangtuanya.
Saat ditanya bagaimana jika anak-anak yang akan dipulangkan ternyata telah terpapar paham radikalisme dan terorisme, Mahfud MD menjawab bahwa pemerintah akan mengkajinya lebih dalam.
"Anak-anak di bawah 10 tahun akan dipertimbangkan tapi case by case. Ya lihat saja apakah ada orangtuanya atau tidak, yatim piatu (atau tidak)," ujar Mahfud usai rapat membahas hal tersebut bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2/2020).
Saat ditanya jumlah anak-anak dari total rombongan para WNI terduga teroris lintas batas dan eks ISIS, Mahfud mengatakan bahwa pemerintah belum memiliki data secara detail.
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/13/16502221/imparsial-pemerintah-punya-kewajiban-pulangkan-anak-anak-wni-eks-isis