Hal itu disampaikan jaksa Takdir kepada majelis hakim usai mendengar putusan sela terhadap nota keberatan atau eksepsi Mirawati Basri. Hakim menolak eksepsi yang diajukan Mirawati.
Mirawati merupakan orang kepercayaan mantan anggota DPR dari PDI-P, I Nyoman Dhamantra.
Ia bersama Nyoman juga menjadi terdakwa kasus dugaan suap terkait kuota impor bawang putih.
"Ada tindakan medis yang sebagaimana isi penetapan ini tidak sesuai khususnya pemeriksaan di mana kami punya bukti adanya tagihan di tanggal 24 (Januari), disebutkan bahwa ada tindakan medis berupa clinical facial brightening yang dilakukan oleh Terdakwa," kata jaksa Takdir kepada majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/2/2020).
"Sesuai dengan penetapan tidak disebutkan adanya permohonan penetapan untuk dilakukan tindakan tersebut," ujar Takdir.
Menurut Takdir, penetapan berobat untuk Mirawati pada tanggal 24 Januari tersebut hanya disebutkan berupa dilakukan pemeriksaan pengobatan ke dokter spesialis kulit dan kelamin. Serta pemeriksaan kesehatan berupa pap smear ke dokter spesialis kandungan.
"Dan di sini dengan tegas tidak disampaikan bahwa ada tindakan clinical facial brightening," ujar Takdir.
"Kemudian majelis pada saat tindakan facial ini, tim pengawal kami itu tidak ikut masuk memeriksa karena ini sifatnya tindakan medis yang hanya Terdakwa dan dokter ahli, dan petugas kami tidak bisa ikut melakukan pengecekan," kata dia.
Di hadapan majelis hakim, Mirawati pun menanggapi pernyataan Jaksa Takdir. Sejak tinggal di Rutan Cabang KPK, Mirawati mengaku mengalami gatal-gatal di sekitar wajah dan punggungnya.
"Semua ada putih-putih, udah diobatin di poliklinik, bolak-balik, sehingga dokter poliklinik merekomendasikan saya ke dokter dan kalau untuk badan saya udah ada obatnya dikasih poliklinik," ujar Takdir.
"Kalau muka iritasi semua dibersihkan sama dokter pakai obat. Saya mencari dokter kulit dan kelamin perempuan, sehingga kami direkomendasikan ke dokter di RSPAD (Gatot Soebroto)," kata dia.
Oleh karena itu, Mirawati mempersilakan jaksa KPK menanyakan ke dokter yang menanganinya dengan tindakan tersebut. Ia mengakui bahwa petugas pengawal tahanan KPK memang tidak diperkenankan masuk ke ruang pemeriksaannya.
"Mungkin pengawal tidak masuk karena laki-laki, karena saya harus buka baju dan disinar, seperti ada panu tapi tidak panu, kena eksim yang mulia. Karena air di rutan itu kaporit. Jadi bukan saya mau facial, bukan mau buang duit, sudah dibayar sama keluarga saya yang mulia," ujar Mirawati.
Menurut Mirawati, dokter spesialis yang menangani dirinya mengatakan bahwa kulitnya sensitif.
"Dan tidak bisa di atas 22 derajat, makanya saya harus diterapi kulitnya. Kalau enggak iritasi. Kulit punggung saya juga gatal-gatal yang mulia," kata dia sambil menangis.
Hakim Saifuddin Zuhri selaku Ketua Majelis Hakim pun mengingatkan agar pihak jaksa dan keluarga serta penasihat hukum Mirawati saling berkoordinasi jika mengurus permohonan penetapan izin berobat.
Itu mengingat Mirawati juga perlu menjalani pemeriksaan lainnya, berupa fisioterapi dan pemeriksaan kehamilan sesuai rekomendasi dokter rumah sakit.
"Koordinasi, karena saudara di dalam, dengan tim (penasihat hukum) atau keluarganya dengan jaksa. Tolong koordinasi ya, kalau enggak (koordinasi) repot memang ya. Kami mohon kerja sama yang baik antara terdakwa penasihat hukumnya dan Pak Jaksa," kata hakim Saifuddin.
"Jadi ke depan ada permohonan untuk hari Rabu, Pak Jaksa. Ini nanti setelah dibuat mungkin bisa nunggu bisa selesai hari ini, tapi kalau ndak, paling besok suratnya. Jadi ini untuk khusus yang (izin) fisioterapi ya. Nanti Pak Jaksa silakan diskusikan dengan timnya bagaimana mengenai pelaksanaan penetapan kami itu," ucap hakim Saifuddin.
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/03/18491141/jaksa-dan-terdakwa-kasus-impor-bawang-putih-persoalkan-ketidaksesuaian