Hasto diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR yang menyeret eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan eks caleg PDI-P Harun Masiku.
Usai diperiksa, Hasto mengaku disodori 24 pertanyaan oleh penyidik.
Salah satunya mengenai alasan PDI-P memilih Harun Masiku ketimbang Riezky Aprilia untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
"Ya ada pertanyaan (itu) saya jelaskan seluruh aspek kronologisnya mengapa partai mengambil keputusan terkait dengan pemindahan suara almarhum Pak Nazaruddin Kiemas," kata Hasto kepada wartawan.
Hasto menuturkan, Harun dipilih karena dinilai merupakan kader partai terbaik.
Hal itu, kata Hasto, juga sempat dilakukan ketika PDI-P menunjuk pengganti Sutradara Ginting yang meninggal pada 2009 lalu.
"Karena itu adalah sebagai bagian dari kedaulatan partai politik dan ada presedennya untuk itu, ketika almarhum sutradara Ginting juga meninggal dan kami limpahkan suaranya kepada kader yang menurut partai terbaik," kata Hasto.
Hasto melanjutkan, Harun dipilih karena Harun dinilai memiliki latar belakang yang baik yaitu menerima beasiswa dari Ratu Inggris dan dinilai kompeten dalam bidang hukum ekonomi internasional.
"Mengapa saudara Harun? Kami juga memberikan keterangan karena yang bersangkutan punya latar belakang yang baik, sedikit dari orang Indonesia yang menerima beasiswa dari Ratu Inggris dan memiliki kompetensi dalam internernational economic law," kata Hasto.
Hasto pun mengklaim keputusan PDI-P menyodorkan Harun itu sesuai dengan fatwa Mahkamah Agung dan putusan Mahkamah Konstitusi.
Anggap Harun korban
Saat ditanya soal Harun yang masih dicari KPK, Hasto mengimbau Harun untuk bersikap kooperatif dan menyerahkan diri ke KPK.
Hasto mengatakan, Harun tidak perlu takut menyerahkan diri ke KPK karena menurutnya Harun merupakan seorang korban.
"Tim hukum kami menghimbau untuk bersikap kooperatif, tidak perlu takut. Karena dari seluruh kontruksi yang dilkukan tim hukum, beliau menjadi korban atas tindak penyalahgunaan kekuasaan itu," kata Hasto.
Hasto menuturkan, PDI-P menilai Harun merupakan korban dalam polemik PAW tersebut karena merasa Harun berhak menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
"Saudara Harun memiliki hak untuk dinyatakan sebagai calon anggota legislatif terpilih setelah pelaksaan keputusan MA dan MK tersebut. Hanya, ada pihak yang menghalang-halangi," kata Hasto.
Hasto pun mengaku tidak mengetahui keberadaan Harun saat ini.
Ia juga mengklaim tidak mengetahui adanya praktik suap dalam proses PAW yang melibatkan Harun.
"Sama sekali tidak tahu, karena partai telah menegaskan berulangkali melalui surat edaran untuk tidak boleh menyalahgunakan kekuasaan apalagi sebuah tindakan yang melanggar hukum," kata Hasto.
Bukan korban, tapi tersangka
Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menegaskan, Harun bukanlah korban melainkan tersangka kasus korupsi sesuai dengan bukti-bukti permulaan yang diperoleh KPK.
"Terkait dengan tersangka HAR, tentu ketika kami menetapkan tersangka dengan bukti permulaan yang cukup bahwa ada dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan pemberian dan penerimaan suap," kata Ali.
Berdasarkan bukti-bukti yang telah diperoleh KPK itu pula, Ali menilai pernyataan Hasto soal Harun sebagai korban tersebut terlalu dini untuk disampaikan.
"Kesimpulan yang terlalu dini karena kami meyakini semua alat bukti yang kami miliki adalah cukup bahwa para tersangka ini adalah para pelaku tindak pidana korupsi suap-menyuap," ujar Ali.
Selain memeriksa Hasto, penyidik KPK juga memeriksa dua orang Komisioner KPU yakni Hasyim Asy'ari dan Evi Novida Ginting.
Ali mengatakan, penyidik mendalami mekanisme pergantian antarwaktu dalam pemeriksaan terhadap Hasyin dan Evi.
"Keterangannya masih seputar PAW, mekanisme PAW, dan bagaimana ada usulan PAW antara tersangka HAR yang diusulkan DPP PDI-P," kata Ali.
KPK menetapkan empat orang tersangka dalam kasus suap ini yaitu Komisioner KPU Wahyu Setiawan, eks caleg PDI-P Harun Masiku, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan seorang pihak swasta bernama Saeful.
KPK menetapkan Wahyu sebagai tersangka karena diduga menerima suap setelah berjanji untuk menetapkan caleg PDI-P Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW.
KPK menyebut Wahyu telah menerima uang senilai Rp 600 juta dari Harun dan sumber dana lainnya yang belum diketahui identitasnya. Sedangkan, Wahyu disebut meminta uang operasional sebesar Rp 900 juta untuk memuluskan niat Harun.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/25/08283371/pengakuan-hasto-usai-diperiksa-kpk-ditanya-soal-paw-hingga-sebut-harun