Hal itu diungkapkan Olly sebelum menghadiri rapat pembahasan persoalan pelantikan Bupati-Wakil Bupati Kabupaten Talaud di Kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2020).
"Saya enggak tahu KPU main apa. Kesalahan KPU dong, kenapa sudah tiga periode (Elly Lasut menjabat), KPU meloloskan dia," ujar Olly.
Olly meminta publik tidak mengaitkan persoalan ini kepada sengketa pilkada.
Dia menilai KPU sudah melangkahi aturan yang melarang masa jabatan kepala daerah selama tiga periode.
Sehingga, meski KPU menetapkan Elly Engelbert Lasut sebagai calon bupati dan kemudian sebagai bupati terpilih Kepulauan Talaud, tetap ada aturan yang dilanggar.
"Itu (penetapan oleh KPU) kan urusan lain. Saya enggak bahas sengketa pilkada, yang saya bahas aturan yang dilangkahi oleh kPU itu sendiri," kata Olly.
Olly pun mengingatkan ada pula tiga putusan Mahkamah Agung (MA) yang menegaskan bahwa Elly Engelbert Lasut sudah menjalankan jabatan untuk tiga periode.
"Tapi mengapa KPU main meloloskan?" tuturnya.
Pada Rabu (15/1/2020), Kemendagri memanggil Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey untuk membahas persoalan belum kunjung dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Talaud terpilih, Elly Engelbert Lasut-Moktar Arunde Parapaga.
Dalam pembahasan ini, Kemendagri juga memanggil Elly Engelbert Lasut untuk hadir di Kantor Kemendagri.
Selain itu, pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, juga diundang sebagai ahli yang memberikan pandangan dari sisi hukum tata negara dan administrasi negara.
Diberitakan sebelumnya, Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud terpilih pada Pilkada serentak 2018 Elly Engelbert Lasut-Moktar Arunde Parapaga tak kunjung dilantik.
KPU telah menetapkan keduanya sebagai Bupati dan Wakil Bupati Talaud terpilih pada Agustus 2018.
Sehingga, sejak ditetapkan hingga saat ini, terhitung sudah satu tahun lebih keduanya belum dilantik.
Sedianya, agenda pelantikan dilakukan pada 21 Juli 2019.
Hal ini berdasarkan akhir masa jabatan Bupati Talaud sebelumnya yakni Sri Wahyumi Manalip.
Belum dilantiknya Elly dan Moktar oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Utara diduga disebabkan ada persoalan yang belum beres.
Salah salah satunya perihal periodisasi Elly menjabat sebagai Bupati Kepulauan Talaud yang dianggap sudah tiga periode.
Tak mau salah mengambil keputusan, Pemprov Sulut sendiri telah melayangkan surat kepada Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan kepada Mahkamah Agung (MA).
Ada 12 poin yang diungkap Pemprov Sulut dan menjadi fakta-fakta sebagai alasan disampaikan ke Mendagri dan MA, yakni :
1. Pada 2014 Mendagri mengeluarkan SK Nomor 132.71.3201 tanggal 24 juli 2014 yang menyatakan Elly Lasut telah dua periode memimpin di Kabupaten Kepulauan Talaud.
2. Tahun 2016 Elly Lasut melayangkan gugatan ke PTUN di Jakarta, terkait SK Mendagri tahun 2014 tersebut.
Masih dalam proses persidangan di PTUN, tiba-tiba melalui Sesditjen OTDA menandatangani dan menerbitkan SK Mendagri nomor 131.71.3241 tanggal 2 Juni 2017 dengan menggunakan cap Dirjen.
SK ini untuk merevisi SK Mendagri tahun 2014 tersebut dan menyatakan Elly Lasut belum dua periode memimpin Kabupaten Kepulauan Talaud.
3. Sesuai hierarki peraturan perundang-undangan yang ada, di mana SK Mendagri tidak bisa dianulir oleh SK Mendagri yang ditandatangani oleh sesditjen OTDA atau dua tingkat di bawah menteri.
4. SK mendagri tahun 2017 tersebut yang merevisi SK Mendagri tahun 2014 dan ditandatangani oleh Sesditjen OTDA tersebut, digunakan oleh Elly Lasut untuk mendaftar di KPU dan menjadi calon bupati Kepulauan Talaud pada Pilkada 2018.
5. Lebih lanjut dalam proses persidangan di PTUN terkait dengan gugatan Elly Lasut, PTUN menolak gugatan Elly Lasut, dan SK Mendagri tahun 2014 tetap sah, Elly Lasut sudah dua periode memimpin Kabupaten Kepulauan Talaud.
6. Kemudian Elly Lasut mengajukan kasasi ke MA dan dalam Putusan MA Nomor 367/ TUN 2017 tertanggal 15 Agustus 2017, memutuskan menolak permohonan kasasi Elly Lasut karena sudah kedaluwarsa dan/ atau tetap menguatkan putusan PTUN.
7. Surat Keputusan PTUN dan MA tersebut yang tembusannya disampaikan ke instansi teknis terkait tidak diteruskan/disampaikan ke KPU ataupun Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara.
8. Seharusnya tembusan Surat Keputusan PTUN dan MA tersebut, disampaikan ke KPU dan Pemerintah Provinsi Sulut.
9. Terlepas diterima atau tidak diterima oleh KPU atas tembusan Surat Keputusan PTUN dan MA, pihak KPU seharusnya melakukan verifikasi faktual terhadap berkas administrasi pendaftaran dari Elly Lasut (SK Mendagri tahun 2017 tersebut) pada saat tahapan pilkada dengan mendatangi Kemendagri, PTUN dan MA.
10. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang, antara lain menyatakan bahwa calon bupati tidak boleh telah pernah menjabat sebagai bupati selama dua kali masa jabatan yang sama.
11. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, Gubernur Sulut menyurat ke Mendagri pada tanggal 19 Juni 2019, yang substansi suratnya untuk meminta penjelasan sekaligus meminta jawaban terhadap masalah tersebut di atas.
Gubernur juga mengajukan surat permohonan Fatwa MA supaya ada kepastian hukum tentang fakta hukum yang ada.
Sehingga, dalam pelantikan kepala daerah di Kabupaten Kepulauan Talaud tidak berbenturan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
12. Langkah atau sikap pemerintah Sulawesi Utara tersebut adalah merupakan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan serta untuk tidak dipersalahkan dalam pengambilan kebijakan atas pelantikan kepala daerah Kabupaten Kepulauan Talaud.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/15/13185091/bupati-kepulauan-talaud-tak-kunjung-dilantik-gubernur-sulut-salahkan-kpu