Ketujuh pemuda pilihan Jokowi itu yakni Putri Indahsari Tanjung, Adamas Belva Syah Devara, Ayu Kartika Dewi, Angkie Yudistia, Gracia Billy Yosaphat Membrasar, Andi Taufan Garuda, dan Aminuddin Ma'ruf.
Secara umum, stafsus milenial diharapkan bisa memberi masukan-masukan segar kepada presiden terkait kebijakan-kebijakan pemerintah.
Namun, kehadiran mereka pun bukan tanpa kontroversi. Ada sebagian yang menilai stafsus milenial Jokowi ibarat hanya jadi "pajangan untuk mempercantik kabinet agar dianggap dekat dengan milenial.
Sementara itu, di lain sisi, ada pula yang menaruh harapan besar.
Berikut rangkuman Kompas.com mengenai stafsus milenial Jokowi:
Entrepreneur hingga edupreneur
Tujuh stafsus milenial pilihan Jokowi umumnya berlatar belakang entrepreneur, sociopreneur, dan edupreneur.
Putri Indahsari Tanjung merupakan anak pengusaha Chairul Tanjung. Ia merupakan founder dan CEO Creativepreneur Event Creator.
Selanjutnya, Adamas Belva Syah Devara merupakan CEO sekaligus co-founder perusahaan rintisan dan aplikasi Ruangguru. Kemudian, Ayu Kartika Dewi adalah perumus gerakan Sabang Merauke.
Berikutnya adalah Angkie Yudistia yang merupakan penyandang tunarungu. Ia pendiri Thisable Enterprise untuk membantu memberdayakan mereka yang memiliki keterbatasan.
Kemudian, Gracia Billy Yosaphat Membrasar merupakan satu-satunya milenial dari tanah Papua.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB), kini ia menempuh pendidikan di University of Oxford.
Lalu ada Andi Taufan Garuda Putra yang merupakan founder sekaligus CEO Amartha Mikro Fintek, startup yang bergerak di bidang keuangan Mikro.
Terakhir, Aminudin Ma'ruf, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) 2014-2016.
Ia juga pernah menjabat sebagai sekretaris jenderal solidaritas ulama muda Jokowi (Samawi).
Teman diskusi presiden
Tujuh stafsus milenial ditempatkan dalam gugus tugas "teman diskusi presiden". Mereka bakal banyak berdiskusi tentang gagasan-gagasan inovatif.
Namun, salah satu dari mereka, yaitu Angkie Yudistia merangkap tugas sebagai juru bicara di bidang sosial bersama sejumlah stafsus lainnya.
Kebutuhan atau ornamen politik?
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM) Kuskridho Ambardi (Dodi) menganggap hal itu sebagai upaya atau metode yang dilakukan Jokowi untuk cepat mengidentifikasi masalah dan menemukan solusi.
Selain itu, Dodi mengatakan, komposisi staf yang banyak diisi kaum milenial itu sesuai dengan perhatian Jokowi saat ini, yaitu perkembangan dunia digital.
Menurut dia, kehadiran milenial di tubuh staf khusus bisa menjadi amunisi dan sumber daya bagi Jokowi untuk berpikir lebih tepat dan dinamis guna menghadapi era digital.
"Nah, perkembangan digital itu menjadi perhatian jokowi. Latar belakang dari orang-orang itu, selain mereka anak muda, mereka juga lulusan dari universitas-universitas top dunia," kata Dodi, Jumat (22/11/2019).
"Sementara kan kalau kita melihat kementeriannya kan relatif orang-orang karier yang mungkin visinya itu masih di dunia lama," kata dia lagi.
Sementara itu, dosen Fakultas Ilmu Politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang Wijayanto mengatakan, penunjukkan tujuh staf khusus milenial ini bukan berarti tidak memiliki sisi negatif.
Menurut Wijayanto, kabinet Jokowi saat ini relatif besar. Kehadiran milenial tersebut makin menggemukkan pemerintah yang terdiri dari 34 menteri, 12 wakil menteri, dan 13 staf khusus.
"Sekarang kita melihat ada staf khusus, kita bisa bertanya apakah mereka benar-benar efektif atau hanya sebagai ornamen politik," ujar Wijayanto.
Ia pun khawatir apakah pemikiran mereka nanti benar-benar didengar oleh presiden dan dimanifestasikan dalam kebijakan-kebijakan yang produktif.
"Karena kita tahu kabinet sudah gemuk dan semua ingin punya peran di sana. Ketika kepentingan-kepentingan elite berseberangan dengan milenial ini tentu kita bisa menduga siapa yang akan menang," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/23/05361151/kaleidoskop-2019-tokoh-milenial-yang-jadi-pilihan-jokowi