Salin Artikel

Catatan Akhir Tahun 2019: Tantangan di Masa Depan untuk Perlindungan Hak Digital Indonesia

Sebelum tahun-tahun politik, kontrol ini telah terjadi di situs web dan media sosial melalui berbagai tindakan memblokir dan menyensor, terutama yang terjadi terhadap lesbian, gay, biseksual, waria, dan interseks (LGBTI) dan kelompok aktivis Papua.

Sekarang meskipun kesenjangan digital masih menjadi masalah -- pengguna Internet Indonesia (72,41 persen) berada di daerah perkotaan.

Warga di Pulau Jawa terpapar ke Internet 57,70 persen, sedangkan yang terendah Bali-Nusa 5,63 persen dan Maluku-Papua 2,49 persen -- hak warga atas akses informasi dilanggar oleh praktik internet shutdown (pemadaman internet) yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

Dalam tiga peristiwa yang terjadi pada tahun 2019, pemadaman internet digunakan sebagai cara baru bagi pemerintah untuk mengendalikan informasi, membatasi akses ke informasi dan menyensor internet.

Kriminalisasi semakin memburuk dengan menggunakan UU ITE, hukum internet yang telah ada sejak tahun 2008.

Meskipun UU ITE itu telah direvisi pada tahun 2016, tetapi jumlah orang sedang diselidiki oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Kepolisian Nasional meningkat tahun demi tahun.

Sejak 2017-2019 total 6.895 orang sudah diselidiki oleh polisi, dengan rincian 38 persen (2.623) terkait dengan penghinaan terhadap tokoh / penguasa / lembaga publik, 20 persen (1.397) terkait dengan penyebaran hoax, 12 persen (840) terkait dengan pidato kebencian, sisanya atas tindakan lain.

Beberapa penyelidikan kepolisian berlanjut ke pengadilan. Menurut database Mahkamah Agung dari 2008-2018, ada 525 kasus hukum terkait UU ITE.

Jumlah kasus pada 2018 dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Sebanyak 24 persen terkait dengan kasus pencemaran nama baik, 22 persen terkait dengan kasus penistaan.

Pada tahun 2019, Indonesia, negara dengan jumlah pengguna internet tertinggi kelima di dunia, berencana untuk mengeluarkan regulasi pertama mereka tentang keamanan siber yang dinamakan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS).

Setelah RUU KKS disahkan, Indonesia akan menjadi negara Asia Tenggara terbaru dengan undang-undang keamanan siber setelah Singapura, Thailand, dan Malaysia.

Dapat dimengerti bahwa Indonesia membutuhkan undang-undang keamanan siber ini untuk melindungi lebih dari 171 juta pengguna.

Pengguna ini rentan terhadap setidaknya 232,45 juta serangan siber pada 2018 dan 205 juta serangan siber pada 2017. Pada Mei 2019 saja, tercatat ada 1,9 juta serangan siber.

Diperkirakan serangan-serangan ini dapat menyebabkan kerugian Rp 478,8 triliun (33,7 miliar dollar AS). Itu sama dengan hampir seperlima dari anggaran negara Indonesia tahun depan.

Namun saat ini lembaga penegak hukum Indonesia tidak dilengkapi dengan hukum dan alat yang memadai untuk memerangi ancaman siber atau serangan siber.

Oleh karena itu, undang-undang tentang keamanan siber sangat diperlukan karena Indonesia berurusan dengan tingkat ancaman siber yang semakin tinggi.

Tapi saya menemukan fakta menarik di draft RUU KKS yang didistribusikan dua bulan lalu. RUU itu menjadi ancaman serius bagi kebebasan berbicara warga negara dan akan menciptakan lembaga superbody yang akan berada di atas lembaga penegakan hukum.

Hukum akan mempersenjatai negara dalam perang melawan ancaman siber. Regulasi ini akan menunjuk Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai badan pelaksana untuk berkoordinasi dengan angkatan bersenjata, polisi, kantor jaksa agung, badan intelijen dan kementerian serta lembaga pemerintah lainnya.

Jelas tidak ada keterlibatan multi-pemangku kepentingan dalam proses penyusunan RUU keamanan siber ini, tidak ada diskusi dengan lembaga pemerintah lainnya, tidak ada dialog dengan sektor swasta terkait dengan keamanan siber atau e-commerce, bahkan tidak meminta masukan dari masyarakat sipil.

Itulah sebabnya, SAFEnet berbicara dan meminta legislatif Indonesia untuk membatalkan pengesahan rencana undang-undang keamanan siber yang otoriter itu, dan legislatif akhirnya menarik RUU KKS tersebut pada September lalu. Tapi itu masih jauh dari selesai.

Saya percaya keamanan siber adalah masalah kepercayaan. Untuk mencapai kepercayaan, kuncinya adalah melakukan dialog di tingkat nasional dan juga di tingkat regional untuk mencapai hasil terbaik.

Perusahaan sektor swasta harus bergabung dalam pembahasan ini. Teknolog siber juga harus berpartisipasi. Jadi, perlu banyak tangan untuk menangani masalah rumit seperti keamanan siber.

Tetapi apa arti keamanan dunia maya bagi banyak pembuat hukum/pembuat keputusan di wilayah ini?

Saya pikir negara mendefinisikan keamanan siber sebagai bagian dari keamanan nasional. Negara menggunakan pendekatan keamanan dalam membentuk kebijakan keamanan siber.

Akibatnya, kebijakan keamanan siber seperti itu akan kontraproduktif dan cenderung melanggar hak digital, dan juga mengancam pengakuan hak asasi manusia dan demokrasi.

Selama bertahun-tahun, SAFEnet telah melihat ancaman dunia maya dan serangan dunia maya terhadap para netizen, perempuan, dan komunitas rentan/berisiko seperti jurnalis, aktivis anti-korupsi, aktivis lingkungan, minoritas gender, dan minoritas agama.

Mereka diserang secara digital dan fisik, mengalami doxing, ditangkap, dituntut dengan hukum internet.

Serangan DDoS (distributed denial-of-service) ke outlet media, sensor dengan situs web/akun media sosial menghapus konten, penyadapan yang melanggar hukum, dianggap sebagai sebuah kewajaran.

Fondasi kebebasan pers, kebebasan berekspresi, dan kebebasan berkumpul sedang diserang.

Akhir-akhir ini di Indonesia, SAFEnet menyaksikan amuk siber dalam bentuk pelecehan massal terhadap seseorang/kelompok, atau kekerasan massal terhadap orang/kelompok yang mendukung seorang politisi yang mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta atau terhadap para aktivis yang menentang revisi undang-undang tersebut.

Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atau tindakan yang dikoordinasikan secara massal untuk memberikan ulasan bintang satu kepada Tempo sebagai saluran media utama untuk membuat Google Playstore secara otomatis menghapus daftar/menghapus aplikasi media. 

Alasan yang digunakan hanya karena Tempo membuat sampul majalah yang menggambarkan hidung Pinokio dalam bayangan Presiden Indonesia Joko Widodo. Kasus yang terbaru, terjadi amuk siber pada aplikasi toko parfum Tous Le Jours di Perancis, karena secara keliru terkait dengan toko roti Tous Le Jours di Indonesia.

Tantangan lain datang dari pengintaian massal daring. Tahun ini, untuk pertama kalinya, ponsel Samsung turun ke posisi kedua sebagai pemimpin pasar ponsel pintar.

Menurut laporan lembaga riset Canalys, pemimpin lima pasar smartphone teratas di kuartal kedua tahun ini di Indonesia adalah: Oppo (Guandong , China) 26 persen, Samsung (Korea) 24 persen, Xiaomi (China) 19 persen, Vivo (satu perusahaan dengan Xiaomi) 15 persen, Realme (satu perusahaan dengan Oppo) 7 persen.

Sebagian besar ponsel cerdas China ini menyimpan data pengguna mereka di cloud mereka sendiri - misalnya Oppo Cloud - yang disimpan di China.

Program Smart City dengan pelaksanaan CCTV seluruh tempat juga terkait dengan perusahaan China yang memasok teknologi dengan pengenalan wajah dan artificial intelligent (kecerdasan buatan).

Sebenarnya, praktik pengintaian massal sangat umum untuk tujuan ekonomi, oleh perusahaan teknologi untuk melakukan surveillance marketing/capitalism.

GAFAM (Google, Apple, Facebook, Amazon) dan lainnya menambang data pengguna ini untuk mendapatkan uang.

Tetapi, sekarang tantangan juga datang dengan tujuan politik: karena partai politik, pemerintah, mulai menggunakan metode ini untuk tujuan politik seperti memenangkan pemilihan, mengarusutamakan isu ke publik agar mendapatkan dukungan.

Tantangan-tantangan ini perlu ditangani secepatnya, karena Indonesia masih belum memiliki peraturan untuk melindungi privasi data daring dari penambangan data dan pemanfaatan ilegal yang melanggar hak digital. (Damar Juniarto, Direktur Eksekutif SAFEnet/Southeast Asia Freedom of Expression Network, IVLP 2018 Cyber Policy and Freedom of Expression Online)

 

https://nasional.kompas.com/read/2019/12/21/18120271/catatan-akhir-tahun-2019-tantangan-di-masa-depan-untuk-perlindungan-hak

Terkini Lainnya

Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke