"Kalau saya pribadi menolak karena pemilihan Presiden ini justru melahirkan orang kayak Joko Widodo (Jokowi) maupun Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sebetulnya sangat sedikit," ujar Mardani kepada wartawan di bilangan Tanjung Duren Selatan, Jakarta Barat, Kamis (27/11/2019).
"Sehingga jika dikembalikan ke MPR, ya oligarki (kembali lagi seolah menjadi sistem oligarki)," lanjut Mardani.
Anggota Komisi II ini menyarankan tiga hal terkait pemilihan Presiden. Pertama, menurunkan ambang batas pencalonan Presiden.
Mardani menilai, persoalan biaya politik yang tinggi diawali dengan tingginya ambang batas pencalonan Persirden.
"Ya biaya politik tinggi paling utama itu untuk beli perahu (dukungan) yang mahal. (Misal) Saya punya partai cuma dapat 7 persen (kursi di DPR), nah buat (meraih ambang batas pencalonan Presiden) 20 persen (kursi) maka beli dua perahu itu mahal banget," jelas Mardani.
Kedua, Mardani menyarankan memakai sistem rekapitulasi hasil pemungutan suara secara elektronik atau rekapitulasi elektronik.
"Sebab sistem ini memudahkan proses. Kemudian ketiga, memperpendek masa kampanye dalam pemilihan Presiden," ungkap Mardani.
Dia melanjutkan, tiga usulan ini bisa dimasukkan dalam revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Jadi, Presiden tetap dipilih langsung oleh masyarakat tatapi bisa murah jika ada aturan perundangan yang tepat," tambah Mardani.
Sebelumnya, pimpinan MPR melakukan safari politik ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Dalam kunjungan itu, menurut Ketua MPR Bambang Soesatyo, pihaknya banyak mendapat masukan terkait isu kebangsaan.
Salah satu isu mengenai wacana pemilihan presiden dan wakil presiden secara tidak langsung.
Kepada Bambang, PBNU mengusulkan agar presiden dan wakil presiden kembali dipilih oleh MPR.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengatakan, usulan pemilihan presiden oleh MPR disampaikan setelah menimbang mudarat dan manfaat Pilpres secara langsung.
Pertimbangan itu tidak hanya dilakukan oleh pengurus PBNU saat ini, tetapi juga para pendahulu, seperti Rais Aam PBNU almarhum Sahal Mahfudz, dan Mustofa Bisri.
Mereka menimbang, pemilihan presiden secara langsung lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.
"Pilpres langsung itu high cost, terutama cost sosial," ujar Said.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/28/15424901/tolak-presiden-dipilih-mpr-politisi-pks-pemilu-langsung-lahirkan-presiden