Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, tidak pas jika larangan itu diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.
"Nanti KPU bisa merangkap (seolah-olah) jadi KPK dan juga DPR. Kan enggak boleh KPU merangkap jadi DPR dan KPK," ujar Bagja ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (7/11/2019).
Dia mengingatkan, tugas KPU hanya menyelenggarakan pemilu.
"Bukan kemudian membuat aturan baru di luar undang-undang," lanjut Bagja.
Namun, menurut dia, Bawaslu setuju dengan usulan larangan itu. Hanya saja, Bawaslu lebih menyarankan larangan eks koruptor ikut pilkada diatur dalam undang-undang.
Bawaslu mendukung jika ada revisi UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 yang memuat larangan tersebut.
Sebab, jika larangan eks koruptor ikut pilkada dimasukkan dalam PKPU, Bagja menilai akan menyalahi aturan.
"Kalau KPU melakukan itu (di PKPU), maka KPU melanggar konsep peraturan perundangan dan konsep supremasi hukum. KPU nabrak sana sini, tidak berdasarkan tatanan," tegas Bagja.
"Jadi tempatkan sesuatu sesuai tempatnya. KPU tidak adil jika menempatkan aturan itu di PKPU. Kalau mau adil tempatkan di UU dan serahkan kepada pembuat undang-undang (DPR)," lanjut Bagja.
Alasan lain, kata Bagja, jika aturan dituangkan dalam PKPU, akan rawan digugurkan saat diuji materi ke Mahkamah Agung (MA).
Sebab, tidak memiliki dasar pada peraturan di atasnya, yakni UU Pilkada Nomor 10 Tahun 2016.
Bagja mengingatkan kejadian saat KPU mengatur larangan eks koruptor menjadi calon anggota legislatif (caleg) kemudian digugurkan oleh MA pada 2018 lalu.
Akibatnya, saat itu KPU harus mengubah aturan dan melakukan verivifikasi ulang saat tahapan pencalonan anggota legislatif sudah berlalun
"Di tengah jalan kan, akhirnya verivifikasi lagi. Itu yang repot. Karena itu KPU sebaiknya memikirkan baik-baik rencana ini, " tambah Bagja.
Sebelumnya, KPU hendak melarang mantan narapidana korupsi mencalonkan diri di Pilkada tahun depan.
Larangan tersebut dituangkan KPU dalam rancangan PKPU tentang Pencalonan dalam Pemilihan Kepala Daerah 2020.
KPU berpendapat, aturan tersebut tidak akan melanggar hak asasi seorang eks koruptor. Sebab, pada Pilpres tahun lalu pun, larangan serupa sudah ada.
"Dalam pemilu presiden dan wakil presiden itu salah satu syaratnya calon presiden maupun cawapres itu belum pernah korupsi. (Pilkada) ini kan pemilu juga. Kalau kemudian seperti itu, apakah itu dimaksud sebagai pelanggaran HAM? kan tidak," kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Gedung KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (5/11/2019).
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/07/14522391/kpu-hendak-larang-koruptor-ikut-pilkada-bawaslu-tak-boleh-jadi-kpk-sekaligus