"Kemarin, Presiden membuka ruang dialog. Semestinya saat itu teman-teman, saran saya kepada adik-adik ini, langsung melakukan konsolidasi dan menyambut ajakan tersebut," kata Hari dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (28/9/2019).
Hari mengatakan, saat ini ruang demokrasi sudah terbuka, berbeda ketika perjuangan para aktivis pada 1998.
Oleh karena itu, menurut dia, mahasiswa seharusnya memanfaatkan momentum tersebut.
"Karena apa, hari ini ruang demokrasi yang kita bangun, beda ketika di era saya, rapat sedikit langsung diintai," ucapnya.
Kendati demikian, Hari menilai, isi tuntutan yang disuarakan massa mahasiswa dalam aksi demonstrasi sudah substantif.
Namun, dia menilai bahwa massa mahasiswa juga harus melengkapi poin-poin yang ingin disampaikan.
"Sudah, tinggal apa yang dimaui mahasiswa. Poin-poin," ujarnya.
Menanggapi hal itu, perwakilan BEM Jakarta Andi Prayoga mengatakan, ajakan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo tidak mewakili seluruh BEM di Indonesia.
"Jadi kemarin itu ada di media saya baca bahwa (pertemuan dengan) Pak Jokowi tidak mewakili semua mahasiswa Indonesia, termasuk kami," ujar Andi.
"BEM Jakarta dengan beberapa BEM ingin bertemu, itu kita bareng-bareng, jangan diklaim hanya BEM SI," kata dia.
Presiden Jokowi sebelumnya mengaku akan bertemu dengan perwakilan mahasiswa yang dalam beberapa hari terakhir melakukan aksi unjuk rasa menolak revisi UU KPK dan RKUHP. Pertemuan akan digelar Jumat (27/9/2019).
Kendati demikian, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia menyatakan hanya bersedia bertemu dengan Presiden Joko Widodo apabila pertemuan dilakukan secara terbuka alias dapat disaksikan langsung masyarakat luas.
Pertemuan Presiden Jokowi dan mahasiswa pun batal.
Pihak Istana Kepresidenan membantah batalnya pertemuan tersebut karena mahasiswa memberikan persyaratan hanya ingin bertemu dengan Presiden Joko Widodo secara terbuka.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/28/15191811/eks-aktivis-98-sayangkan-mahasiswa-tolak-dialog-dengan-jokowi