Hal itu diatur dalam RKUHP yang telah disepakati oleh Komisi III DPR dan pemerintah dalam rapat kerja pembahasan tingkat I, Rabu (18/9/2019).
"Penegakan hukum terhadap hukum adat ini masih dilakukan oleh polisi dan jaksa," ujar Nasir saat dihubungi wartawan, Jumat (20/9/2019).
Pasal 2 Ayat (1) RKUHP mengatur bahwa RKUHP tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat atau tindak pidana adat, yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana, walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam RKUHP.
Kemudian, dalam Pasal 2 Ayat (2) disebutkan bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam RKUHP
RKUHP juga memberikan kewenangan bagi polisi dan jaksa untuk menegakkan hukum adat.
Sebab, dalam Pasal 598, setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana.
Selain itu, pada bagian penjelasan RKUHP dinyatakan, hakim dapat menetapkan sanksi berupa “pemenuhan kewajiban adat” setempat yang harus dilaksanakan oleh pelaku tindak pidana.
"Ke depan tetap polisi dan jaksa, maka polisi dan jaksa harus dibekali dengan pengetahuan-pengetahuan tentang hukum adat," kata Nasir.
Nasir mengatakan, setelah RKUHP disahkan menjadi undang-undang, pemerintah akan membuat kompilasi hukum adat dari seluruh daerah.
Pemerintah memiliki waktu selama dua tahun untuk membuat kompilasi hukum adat sebelum RKUHP mulai berlaku.
Adapun RKUHP akan disahkan menjadi undang-undang melalui pembahasan tingkat II dalam rapat paripurna.
"Memang diharapkan 2 tahun ini pemerintah pusat bisa menginisiasi dan mengajak pemda untuk segera mengalokasikan anggaran dan siapkan TA untuk lakukan penelitian terhadap adat istiadat yang masih dipraktikkan masyarakat setempat," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/20/14113661/dalam-rkuhp-polisi-dan-jaksa-berwenang-menindak-pidana-adat