Fahri menilai, Tim Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang bertugas menangani kabut hal tersebut amatiran.
"Kalau saya sih anggap ini amatir lah, para pekerja ini amatir, harus kerja lebih profesional," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Fahri mengaku heran, pemerintah dan Tim Penanganan Karhutla tak bisa melacak titik api yang menyebabkan karhutla semakin meluas.
Padahal, kata Fahri, pemerintah memiliki alat pendeteksi titik api.
"Di Indonesia ini punya alat mitigasi yang benar. Api masa kita nggak bisa baca, karena itu mengeluarkan panas kan. Kayu saja yang ditebang, yang kelihatan putihnya itu, getahnya itu atau apa, itu bisa disensor oleh radar, oleh satelit, masa api kita nggak bisa lacak," ujarnya.
Lebih lanjut, Fahri menyarankan, Presiden Joko Widodo merombak jajaran tim penanganan karhutla saat kabinet baru mendatang.
"Sebentar lagi kan presiden ganti tim, ya cari aja tim yang bagus, yang bisa menyelesaikan itu semua. Jangan yang itu-itu aja. Kalau orang yang sama disuruh kerja, kerjaannya nggak selesai-selesai, ya dipecat. Prinsip kerja negara begitu," imbuhnya.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, jumlah titik api atau hotspot di Indonesia tahun ini lebih banyak dibandingkan tahun lalu.
Di seluruh Indonesia, berdasarkan data BNPB, ada 2.862 titik api.
Berdasarkan data terakhir dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), terdeteksi asap di wilayah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat.
Kemudian, di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Semenanjung Malaysia, Serawak Malaysia, dan Singapura.
Hal ini membuat kualitas udara di sekitar titik api dan wilayah yang terdampak memburuk.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/16/22034691/fahri-hamzah-tim-penanganan-karhutla-amatiran