Hal itu diutarakan jaksa KPK Ahmad Burhanuddin saat membacakan kesimpulan tanggapan KPK atas permohonan Peninjauan Kembali (PK) Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2019).
"Penjatuhan hukuman pada Pemohon PK sebagaimana amar putusan adalah tidak mengandung kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata," kata jaksa Burhanuddin.
Pada putusan itu, Novanto dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP.
Ia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
Menurut jaksa, pertimbangan hukum majelis hakim pada tingkat pertama itu berdasarkan alat-alat bukti yang cukup dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan lewat keterangan para saksi yang saling melengkapi.
"Bahwa terkait pembuktian pasal-pasal dalam dakwaan penuntut umum, surat tuntutan penuntut umum dan maupun majelis hakim telah yakin bahwa perbuatan yang dilakukan Pemohon PK adalah melanggar Pasal 3 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana," kata dia.
Jaksa juga menilai lima poin yang dianggap pihak Novanto sebagai keadaan baru atau novum itu tak layak dikualifikasikan sebagai novum.
"Kami berkesimpulan, alasan-alasan Pemohon PK yang diajukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 263 Ayat 2 KUHAP dan seterusnya, seharusnya ditolak dan tidak dapat diterima. Karena telah ditegaskan oleh judex factie secara seksama sehingga tidak ditemukan adanya novum, kekhilafan hakim atau sesuatu kekeliruan yang nyata dalam putusan," ujarnya.
Dengan demikian, jaksa KPK memohon kepada majelis hakim PK pada Mahkamah Agung (MA) agar menolak seluruh permohonan PK Setya Novanto dan menguatkan putusan majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/10/16371221/jaksa-yakin-tak-ada-kekhilafan-hakim-dalam-putusan-setya-novanto