Seperti diketahui, DPR berencana merevisi UU MD3. UU itu direvisi hanya untuk mengubah ketentuan soal penambahan kursi pimpinan MPR, dari yang semula lima menjadi 10.
"Celakanya (revisi) UU MD3 bicara soal 10 kursi pimpinan. Tidak penting betul itu," kata Feri dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (8/9/2019).
Feri mengatakan, penambahan jumlah kursi pimpinan MPR tidak diperlukan karena kerja MPR tak terlalu banyak. MPR pun hanya forum pertemuan antara DPR dan DPD.
"Jadi bukan lembaga khusus tersendiri pula. Kalau diberi kerja banyak malah aneh," katanya.
Alih-alih menambah kursi pimpinan MPR, Feri menyebut, akan lebih baik jika revisi UU MD3 berkaitan dengan pengaturan perempuan sebagai pimpinan legislatif.
Angka keterlibatan perempuan di legislatif memang meningkat tahun ini. Tetapi, jumlah perempuan sebagai pimpinan legislatif sangat minim.
Oleh karenanya, Feri mendorong aturan soal kepemimpinan perempuan diakomodasi dalam revisi UU MD3.
"Misalnya kalau pimpinannya lima, tiga laki-laki dua perempuan, atau sebaliknya," ujar Feri.
"Jangan hanya memperbincangkan soal bagi-bagi kekuasaan semata yang pada dasarnya tak ada poinnya bagi publik," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, semua fraksi di DPR setuju merevisi UU MD3. Persetujuan semua fraksi disampaikan dalam rapat paripurna DPR yang digelar pada Kamis (5/9/2019) siang.
Berdasarkan draf dari Baleg, pada intinya revisi ini hanya mengubah jumlah pimpinan MPR menjadi 10 orang yang terdiri dari satu ketua dan sembilan wakil ketua. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi agar setiap fraksi di DPR mendapat jatah pimpinan.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/09/06290131/hanya-tambah-jumlah-pimpinan-mpr-revisi-uu-md3-dinilai-tak-penting