Salin Artikel

"KPK Dilahirkan oleh Mega, Mati di Tangan Jokowi?"

Berbagai unsur masyarakat pun menyuarakan protes terhadap revisi UU KPK. Protes bahkan disuarakan unsur internal KPK, yang dilakukan oleh Wadah Pegawai KPK.

Bahkan protes keras disampaikan oleh Wadah Pegawai KPK yang melakukan aksi "#SaveKPK.

"KPK Dilahirkan oleh Mega, Mati di Tangan Jokowi?"

Kalimat itulah yang termuat dalam spanduk yang dibentangkan pegawai KPK dalam aksi di teras lobi Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (6/9/2019).

Spanduk itu merupakan spanduk utama yang dibentangkan oleh jajaran pegawai KPK.

Pada aksi itu pegawai-pegawai KPK menggelar aksi dengan memakai masker. Mereka terdiam sejenak dengan membuka sejumlah payung dan membentangkan poster-poster.

Sejumlah payung masing-masing memuat huruf yang membentuk kata "SAVE KPK". Adapula payung lainnya yang memuat "TOLAK RUU KPK"  dan "MELANGGAR ETIK DILARANG MASUK".

Poster-poster yang dibentangkan memuat pesan, seperti, "Revisi UU KPK Semakin Sempurna Pelemahan KPK", "SAVE KPK SAVE INDONESIA", "Zona Anti Pelanggar Etik", "Pak JOKOWI di mana?"

Pegawai-pegawai KPK ini terbagi tiga. Dua kelompok saling berhadapan di depan teras lobi gedung KPK. Sementara kelompok ketiga berdiri persis di depan pintu lobi gedung.

Mereka hanya ingin KPK tak dipimpin oleh orang-orang bermasalah dan menolak pelemahan lembaga antirasuah itu lewat revisi UU KPK.

Alunan lagu "Bongkar" Iwan Fals mengiringi diamnya mereka. Disusul, para pegawai menyanyikan lagu "Indonesia Raya".

Di panggung, perwakilan Pimpinan dan pegawai KPK pun berorasi.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, revisi UU KPK harus dilawan jika bertujuan memperlemah KPK. Saut menyinggung amanat United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) yang ikut disepakati Indonesia.

"Harus dilawan, harus dilawan, harus dilawan, kalau tak sesuai dengan azas-azas prinsip pemberantasan korupsi, pencegahan korupsi, yang telah kita tandatangani (ratifikasi UNCAC)," kata Saut saat berorasi sembari disambut riuh dukungan pegawai KPK.

Nyatanya, kata Saut, keberadaan draf RUU KPK saat ini tak sesuai dengan prinsip pemberantasan dan pencegahan korupsi dalam UNCAC itu.

Misalnya, UNCAC mengamanatkan lembaga antikorupsi di suatu negara harus independen.

Akan tetapi, dalam draf revisi UU KPK disebutkan pada Pasal 3 bahwa KPK merupakan bagian dari lembaga pemerintah pusat.

Poin yang mengatur kedudukan KPK berada pada cabang eksekutif juga tertuang di dalam penjelasan umum revisi UU KPK tersebut.

"Apa yang kita dapat hari ini dengan UU KPK hari ini (yang berlaku) sudah jelas mengatakan bahwa KPK tidak boleh berada di bawah pengaruh kekuasaan manapun. Untuk sementara undang-undang yang ada sudah relevan dengan piagam PBB," kata Saut.

Saut menyarankan lebih baik revisi Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diprioritaskan.

"Yang perlu diubah justru inline (sejalan) dengan piagam PBB yaitu UU Tipikor kita. Di UU Tipikor kita masih banyak belum inline dengan piagam PBB yang kita ratifikasi, seperti perdagangan pengaruh, asset recovery, dan hal-hal lain yang relevan," ujar Saut.

"Oleh sebab itu, kalau itu dilakukan yang diprioritaskan, bukan mengubah UU KPK-nya, tetapi mengubah dengan jelas apa yang diminta PBB, yaitu UU Tipikor," tuturnya.

Sementara itu, anggota Wadah Pegawai KPK Henny Mustika Sari dalam orasinya mengatakan, KPK telah menghadapi berbagai upaya pelemahan di berbagai era pemerintahan.

Oleh karena itu, ia berharap Presiden Joko Widodo tak membiarkan lembaga antirasuah itu diperlemah lewat revisi Undang-undang tentang KPK.

"Presiden Abdurrahman Wahid merancang KPK, Presiden Megawati Soekarnoputri melahirkan KPK, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melindungi KPK. Dan jangan sampai sejarah mencatat KPK mati pada masa Presiden Joko Widodo," kata Henny.

Henny menyatakan, KPK lahir dengan didukung undang-undang yang kuat dan pimpinan-pimpinan yang independen dan bersih dari persoalan rekam jejak.

"Tanpa hadirnya kedua hal tersebut, KPK telah mati," kata dia.

https://nasional.kompas.com/read/2019/09/06/19352961/kpk-dilahirkan-oleh-mega-mati-di-tangan-jokowi

Terkini Lainnya

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke