Tidak hanya itu, pemindahan Ibu Kota juga akan mendorong terjadinya konflik sosial.
"Perubahan sosial budaya itu akan sangat cepat terjadi dalam Ibu Kota yang baru. Potensi konflik karena banyaknya para pendatang," kata Eko dalam diskusi 'Tantangan Persoalan Ekonomi Sosial dan Pemerintahan Ibu Kota Baru,' di kawasan Jakarta Selatan, Jumat (23/8/2019).
Eko mengatakan, jika Ibu Kota dipindahkan, sedikitnya ada 2,4 juta jiwa penduduk yang bermigrasi dari Jakarta ke Kalimantan.
Dari jumlah tersebut, 900 jiwa di antaranya adalah aparatur sipil negara (ASN). Sisanya, keluarga ASN yang juga ikut berpindah.
Perpindahan ASN dan pusat pemerintahan ini juga akan diikuti oleh migrasi para pelaku bisnis.
Mereka yang berpindah itu dipastikan membawa gaya dan budaya hidup baru.
Supaya tak menimbulkan gesekan sosial, Eko mengatakan, perlu dipersiapkan antisipasi untuk masa transisi tersebut.
"Jangan sampai nanti justru orisinalitas dan local wisdom yang ada di sana tergerus oleh pertumbuhan-pertumbuhan yang masuk ke sana," kata Eko.
Presiden Jokowi sebelumnya telah mengumumkan secara resmi rencana pemindahan ibu kota dalam pidato kenegaraan yang disampaikan saat Sidang Bersama DPD dan DPR 2019 pada 16 Agustus 2019.
Jokowi meminta izin kepada legislatif untuk memindah ibu kota ke Kalimantan dengan alasan pemerataan pembangunan.
Pemerintah berharap pemindahan ibu kota membuat pembangunan tidak lagi berpusat ke Jawa atau Jakarta, tapi juga menyebar ke daerah lain.
Presiden Jokowi juga berjanji pemindahan ibu kota tidak menggunakan dana APBN besar-besaran.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/23/17341751/pemindahan-ibu-kota-dinilai-berpotensi-menimbulkan-potensi-konflik