Langkah itu, kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra, berkaca dari penanganan kerusuhan 21-22 Mei 2019 di Jakarta.
"Kita sudah belajar dari penanganan saat adanya aksi atau peristiwa 21-23 Mei lalu," kata Asep di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/8/2019).
"Saya kira itu bagian strategi untuk kita bisa memberi jaminan keamanan, supaya masyarakat juga dapat kepastian terhadap informasi-informasi yang beredar," ujar dia.
Menurut Asep, langkah itu diambil bukan untuk menutup akses informasi kepada publik, tetapi dalam konteks menjaga keamanan.
Alasannya, konten-konten berita bohong atau hoaks turut berkontribusi memicu demonstrasi tersebut.
"Situasi ini sudah jadi pelajaran kita kesekian kalinya bahwa peritiwa-peristiwa itu didominasi karena adanya persepsi yang timbul dari pemberitaan medsos. Itulah kemudian bagaimana strategi ini bisa mengurangi potensi-potensi itu," ujarnya.
Asep pun membenarkan bahwa kebijakan itu diambil atas hasil koordinasi aparat penegak hukum dan kementerian/lembaga terkait.
Seperti diberitakan, aksi solidaritas Papua muncul di berbagai kota di Provinsi Papua dan Papua Barat, seperti yang terjadi di Manokwari, Jayapura dan Sorong, Senin (19/8/2019).
Unjuk rasa kemudian melebar ke Fakfak dan Timika, pada Rabu (21/9/2019). Demonstrasi di kedua tempat juga sempat terjadi kerusuhan.
Aksi unjuk rasa ini merupakan dampak dari perlakuan diskriminatif dan tindak rasisme yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang, dalam beberapa waktu terakhir.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/23/08105991/batasi-internet-di-papua-polri-berkaca-dari-penanganan-rusuh-21-22-mei