Presiden tidak cukup hanya meminta masyarakat Papua memaafkan, tetapi seharusnya meminta aparat kepolisian menindak oknum-oknum yang diduga berlaku diskriminatif terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang, dan Semarang.
"Untuk menurunkan ekskalasi ketegangan di Papua termasuk di Fakfak yang tadi pagi terjadi itu adalah dengan segera memproses hukum para pelaku yang terlibat dalam peristiwa sebelumnya yang jelas-jelas melukai orang Papua," kata Usman saat dihubungi Kompas.com, Rabu (21/8/2019).
Menurut Usman, sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Jokowi seharusnya menenangkan masyarakat Papua.
Salah satu langkah yang bisa ditempuh adalah dengan mengakui adanya kesalahan aparat kepolisian dalam menyelesaikan persoalan mahasiswa asal Papua di Surabaya.
Selanjutnya, Jokowi juga harus meminta Kapolri mengusut peristiwa di Surabaya dalam kurun waktu 1×24 jam atau 2×24 jam.
"Itu kan sangat mudah untuk kepolisian. Karena polisi punya rekamannya, tahu siapa pelakunya, termasuk dari dalam anggota kepolisian sendiri kalau seandainya terlibat di dalam peristiwa di Surabaya itu," ujar Usman.
Tidak hanya itu, Jokowi juga semestinya menyatakan bahwa ia akan menindak tegas pejabat daerah yang justru mengeruhkan keadaan seperti halnya yang dilakukan oleh Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko.
Namun, menurut Usman, hal-hal tersebut tidak dilakukan oleh Jokowi.
Sejauh ini, Jokowi hanya meminta masyarakat Papua untuk memaafkan peristiwa yang terjadi di Surabaya, Malang, dan Semarang.
"Sayangnya, kelihatannya Presiden terlalu menyederhanakan masalah ini seolah-olah ini adalah peristiwa biasa, padahal ini serius persoalannya," kata Usman.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/21/17331211/amnesty-presiden-harusnya-minta-kapolri-proses-hukum-pelaku-diskriminasi