Salin Artikel

Polemik Penarikan Pasukan TNI/Polri dan Krisis Sosial di Nduga...

Operasi tersebut digelar untuk mengejar sejumlah tersangka para pembunuh pekerja proyek Trans Papua.

Para tersangka diduga anggota kelompok yang menamakan diri Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).

Data Kementerian Sosial mencatat setidaknya ada 2.000 pengungsi yang tersebar di beberapa titik di Wamena, Lanijaya, dan Asmat. Di antara pengungsi ini, tercatat 53 orang dilaporkan meninggal.

Namun, data tersebut dibantah Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) Theo Hesegem.

Theo mengatakan, warga pengungsi yang meninggal dunia mencapai 182 orang, 92 di antaranya anak-anak dan balita.

"Jumlah warga pengungsi yang meninggal 182 orang. itu semua sudah kami klarifikasi dan identifikasi. Setiap ada yang meninggal itu kami terima laporan dan itu kami tahu persis. Nama-nama itu kami sudah klarifikasi satu satu atas nama itu," ujar Theo saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/8/2019).

Data menyebut sedikitnya 5.000 warga Nduga kini mengungsi. Pengungsi di Wamena tersebar di sekitar 40 titik. Kebanyakan dari mereka tinggal menumpang di rumah kerabat.

Akibat banyaknya pengungsi yang berdatangan, di dalam satu rumah atau honai bisa berisi antara 30-50 orang

Menurut Theo, para pengungsi yang meninggal dunia rata-rata disebabkan lapar dan sakit.

Kondisi tempat pengungsian di hutan-hutan jauh dari kata layak untuk jadi tempat tinggal, apalagi untuk bayi dan anak-anak.

Di sisi lain, sebagian besar masyarakat enggan untuk menerima bantuan dari pemerintah. Sebab, operasi militer yang dilakukan oleh TNI/Polri mereka anggap seperti perang antarsuku.

Sementara, kata Theo, ada peraturan adat yang melarang warga menerima bantuan dari pihak luar, musuh atau pihak yang sedang bertikai.

"Sebenarnya mereka sangat membutuhkan bantuan sosial kemanusiaan," kata Theo.

Theo sendiri sepakat dengan usul penarikan pasukan TNI/Polri dari Nduga agar tidak terjadi kontak senjata dengan OPM.

Dengan begitu, masyarakat yang mengungsi dapat kembali ke desanya masing-masing dan menerima bantuan.

Theo menuturkan, masyarakat yang memilih bertahan di tempat pengungsian sebenarnya merasa takut. Mereka takut dengan pasukan TNI/Polri dan OPM.

Sebab, jika terjadi kontak senjata, masyarakat sipil ikut menjadi korban.

Theo menilai, jalan dialog antara pemerintah dan OPM sangat mungkin dilakukan untuk mengakhiri krisis di Nduga.

"Mereka merasa takut tindakan-tindakan aparat dan OPM, sebab kalau sudah kontak senjata itu kan masyarakat juga bisa kena," tutur Theo.

"Jadi mereka memilih untuk pindah. Masyarakat itu sebenarnya takut dua-duanya, takut OPM dan takut TNI, karena mereka sudah kontak senjata, jadi masyarakat juga bisa kena," kata dia. 

Tak dapat Akses Kesehatan dan Pendidikan

Akibat krisis berkepanjangan, warga Kabupaten Nduga tak dapat mengakses hak atas pendidikan dan kesehatan selama di pengungsian.

Pada awal Agustus lalu, Pemerintah Daerah Kabupaten Nduga akhirnya menemui Ketua DPR Bambang Soesatyo untuk melaporkan situasi terkini di daerahnya.

"Kasihan masyarakat di sana tidak menerima hak dasar (pendidikan dan kesehatan)," ujar Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Nduga, Namia Gwijangge, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/8/2019).

Menurut Namia, hingga saat ini kegiatan belajar mengajar 24 sekolah di 11 distrik tidak berjalan.

Beberapa puskesmas dan posyandu juga tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

"Pendidikan dan pelayanan kesehatan tidak jalan. Kemudian gereja di sana, ada 98 gereja yang kosong. Semua jemaatnya lari, masyarakatnya lari," kata Namia.

Butuh Tempat Tinggal

Namia mengungkapkan bahwa warganya yang saat ini masih berada di pengungsian membutuhkan tempat tinggal.

Kendati demikian, lanjut Namia, Pemkab Nduga tidak memiliki dana yang mencukupi untuk membangun rumah bagi para pengungsi.

Namia mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Nduga tak cukup untuk memenuhi kebutuhan pengungsi, termasuk dalam memenuhi hak warga atas pendidikan, kesehatan, dan pemulihan dari trauma. 

Oleh sebab itu ia berharap pemerintah pusat memberikan bantuan anggaran dana untuk menangani pengungsi Nduga.

Namun, dalam pertemuan itu Namia tidak menyebutkan berapa anggaran yang dimiliki maupun yang dibutuhkan oleh Pemkab.

"Kami mulai dari bulan Desember (2018) sampai sekarang delapan bulan, dengan kemampuan APBD yang ada kami berusaha, tapi tidak sanggup lagi untuk menangani kebutuhan rumah masyarakat, termasuk pendidikan. Apalagi untuk proses pemulihan, traumanya sangat tinggi sekali," kata Namia.

Penarikan Pasukan

Dalam pertemuan dengan Ketua DPR, Bupati Nduga Yairus Gwijangge meminta pemerintah segera menarik aparat TNI/Polri.

"Masyarakat Nduga itu tidak hidup tenang, mereka masih berada di hutan-hutan. Mereka juga sudah mengungsi ke bebrapa kabupaten tetangga dan sekitar 11 distrik itu sudah dikosongkan. Sehingga kami dengan harapan penuh meminta kepada bapak Presiden melalui Ketua DPR RI bahwa penarikan anggota TNI-Polri itu tidak jadi masalah," ujar Yairus.

Dalam kesempatan yang sama, Sekda Kabupaten Nduga Namia Gwijangge menuturkan bahwa masyarakat Nduga umumnya mengalami trauma yang berkepanjangan sejak peristiwa Mapenduma tahun 1996.

Saat itu Kopassus yang dipimpin Brigjen Prabowo Subianto (kini Ketua Umum Partai Gerindra) melakukan operasi militer pembebasan sandera Tim Ekspedisi Lorentz ‘95.

Namia mendengar kabar dari berita di media massa yang menyebut pengiriman pasukan TNI/Polri bertujuan untuk menjaga proyek pembangunan jalan pemerintah pusat.

Namun, aparat TNI/Polri justru masuk ke kampung-kampung, bahkan rumah penduduk, karena proyek pembangunan jalan terhenti.

"Sementara pembangunan jembatan maupun jalannya ini belum jalan. tapi anggota TNI Polri yang dikirim ke sana itu bukan menjaga pembangunan jalan tetapi masuk ke kampung-kampung masyarakat di sana, di rumah-rumah masyarakat di sana," kata Namia.

"Trauma ini berkepanjangan dari peristiwa 1996 yang terjadi di Mapenduma. Trauma itu terus terbawa sampai dengan sekarang. Seperti itu sehingga persoalan ini, dalam waktu singkat mau diselesaikan sangat susah," ucapnya.

Terkait permintaan tersebut, Ketua DPR Bambang Soesatyo menuturkan bahwa permintaan penarikan aparat TNI/Polri dari Nduga harus dibahas oleh seluruh pemangku kepentingan.

"Masalah keamanan ini memang memerlukan pembicaraan lebih lanjut. Semua stakeholder harus duduk bersama lagi. Pemerintah daerah, pemerintah pusat dan unsur-unsur keamanan, apakah keamanan di sana harus dipertahankan atau perlu dikurangi tensinya," ujar Bambang.

Pasukan TNI Tetap Dibutuhkan

Permintaan penarikan pasukan itu mendapat tanggapan dari Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Sisriadi.

Sisriadi menegaskan bahwa keberadaan pasukan TNI di Kabupaten Nduga, Papua, bukan bertujuan untuk menakut-nakuti masyarakat.

Selain bertugas untuk menjaga keamanan, prajurit TNI juga membantu pembangunan infrastruktur sesuai kebijakan pemerintah.

"Keberadaan pasukan TNI di Nduga bukan untuk menakut-nakuti rakyat. Tugas mereka adalah membangun infrastruktur perhubungan darat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Nduga," ujar Sisriadi saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/8/2019).

Seperti diketahui, Polri tengah mengejar pelaku pembunuhan puluhan pekerja proyek jembatan PT Istaka Karya. Diduga tersangka pelaku masih bersembunyi di wilayah Nduga.

Oleh sebab itu keberadaan aparat TNI/Polri penting untuk menjaga keamanan dan mencegah kejadian serupa terulang kembali.

"Khususnya membantu menangkap DPO kriminal bersenjata yang bersembunyi di wilayah Nduga dan sekitarnya," kata Sisriadi.

"Kenapa harus TNI? Masih ingat karyawan PT Istaka Karya yang dihabisi secara tidak manusiawi oleh kriminal bersenjata?" ucapnya.

Sebagian pasukan TNI, lanjut Sisriadi, ditugaskan pula untuk membantu Polri dalam rangka penegakan hukum.

Sementara Polri meminta semua pihak, termasuk bupati untuk sinergis menuntaskan persoalan di Nduga. 

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo menilai bahwa kepala daerah di wilayah tersebut seharusnya mendukung keberadaan TNI-Polri yang sedang menjalankan fungsi pengamanan.

https://nasional.kompas.com/read/2019/08/14/08432151/polemik-penarikan-pasukan-tnipolri-dan-krisis-sosial-di-nduga

Terkini Lainnya

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke