Salin Artikel

Pram dan Pulau Buru, Tempat Lahirnya Bumi Manusia

KOMPAS.com - Sosok Pramoedya Ananta Toer, kembali menjadi perbincangan ketika novelnya yang berjudul Bumi Manusia difilmkan.  

Pram, nama panggilannya, merupakan sastrawan Indonesia yang pernah menjadi tahanan politik di masa Orde Baru.

Ia dituduh terlibat dengan PKI, sehingga dipenjara bersama ribuan tahanan politik lainnya di Pulau Buru pada tahun 1966.

Berbicara sosok Pram, tak bisa dilepaskan dari Pulau Buru.

Selama 13 tahun dalam masa tahanannya, Pram menghasilkan karya besar berupa Tetralogi Pulau Buru yang hingga saat ini masih bisa kita nikmati.

Tetapi, apakah empat novel tersebut ditulis tanpa fasilitas mesin tik, kertas, dan meja tulis?

Dikutip dari Harian Kompas (15/5/2006), Pram tidak memiliki fasilitas untuk menulis atau mengarang sebagaimana tahanan politik lainnya.

Para tahanan, termasuk Pram, diharuskan bekerja di ladang atau kerja fisik lainnya hampir sembilan jam per hari.

Humor dan Seks

Di malam hari pun, lampu wajib dimatikan pada pukul 20.00 malam.

Dalam kondisi demikian, sulit bagi para tahanan untuk menulis. Selain tidak ada waktu, para tahanan juga tidak memiliki fasilitas untuk itu.

Akan tetapi, Panglima Kopkamtib Jenderal Soemitro datang ke Pulau Buru pada tahun 1972 dan menanyakan kebutuhan yang diinginkan Pram.

Pada saat itu juga si pengarang ulung itu mengajukan permintaan untuk memperoleh mesin tik, dan alat tulis-menulis.

Permintaan tersebut pun segera dipenuhi oleh Jenderal Soemitro.

Baru pada tahun 1973, Pram diperlakukan lebih khusus dibandingkan dengan ribuan tahanan lainnya dan mendapatkan fasilitas yang ia minta sebelumnya.

Penderitaan Pram di Pulau Buru juga berpengaruh pada gaya penceritaannya. Pram hampir tidak pernah menyelipkan humor dan seks dalam novelnya.

"Hidup saya dalam penindasan terus, bagaimana mau ketawa? Paling-paling yang bisa saya lakukan mengejek. Kalau soal seks banyak, cuma tidak mendetail," kata Pram seperti diberitakan Harian Kompas (4/4/1999).

Apa yang membuat Pram begitu ditakuti dulu, namun dirayakan kini?

Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid, pernah meneliti tentang dekolonisasi dalam karya Pram.

Ia menyebut, di Orde Lama kritik yang disampaikan Pram lewat esai dan ceritanya juga dilakukan oleh banyak penulis lainnya. Namun setelah Orde Baru berkuasa, Pram menjadi satu dari sedikit penulis yang masih berani melawan kendati dalam tahanan.

"Tahun 1970-an bentuk novel sejarah seperti Pram enggak banyak. Boleh dibilang dari segi itu Pram pelopor lah, bikin historical novel. Ini genre yang khas karena selalu berusaha menggambarkan masyarakat sebagai totalitas, bukan fragmen. Dari segi itu belum ada bandingannya," kata Fay, panggilan akrab Hilmar Farid dalam perbincangan dengan Kompas.com beberapa waktu lalu.

https://nasional.kompas.com/read/2019/08/14/05300001/pram-dan-pulau-buru-tempat-lahirnya-bumi-manusia

Terkini Lainnya

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke