Salin Artikel

Wajah Baru Penanggulangan Terorisme

Dari Pulau Kalimantan, tepatnya di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, terungkap bahwa Polda Kalteng mengamankan 33 orang terkait dugaan tindak pidana terorisme.

Dari 33 orang yang diamankan di Palangka Raya dan Gunung Mas, dua di antaranya dijadikan tersangka. Sebanyak 33 orang yang diduga terkait dengan tindak terorisme masih dilakukan pemilahan oleh Satuan Wilayah (Satwil) Detasemen Khusus 88 Antiteror Polda Kalteng.

Ke-33 orang itu terdiri dari anak-anak dan istri yang terpapar radikalisme. Mereka diduga terkait jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang pernah melakukan latihan di Aceh.

Replay UU Terorisme baru

Sejenak kita replay bahwa setahun sudah undang-undang tentang terorisme dengan wajah baru disahkan. Saatnya mengadakan evaluasi terhadap upaya penanggulangan terorisme sebagai extraordinary crime di Tanah Air.

Perubahan UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Terorisme disahkan pada Jumat, 15 Mei 2018. Hal itu menyusul pembahasan yang alot dan makan waktu cukup lama atau sekitar dua tahun sejak diajukannya oleh pemerintah tahun 2016, dua tahun sebelumnya.

Terjadinya peristiwa pengeboman di sejumlah gereja di Surabaya pada 13 Mei 2018 menjadi pemicu kuat untuk segera menuntaskan pembahasan terhadap RUU terorisme itu.

Menyusul kejadian itu, Revisi Undang-Undang (RUU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme kembali menguat hingga Presiden Joko Widodo memberikan ultimatum agar revisi segera dituntaskan.

Sebagaimana dipahami, setidaknya ada dua poin penyebab demikian alot pembahasan UU itu. Hal ini merupakan titik krusial yang menjadi perbedaan pendapat di DPR dari beberapa poin lainnya.

Keduanya adalah tentang penyadapan dan perlibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme. Kedua hal ini, ibarat aliran air adalah hulunya. Sebab, dari keduanya inilah kemudian menjadi perdebatan berkait dengan masalah hak asai manusia (HAM).

Dari masalah pertama, kewenangan penyadapan itu jelas bersifat sangat individual. Penyadapan menurut UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) beserta perubahannya adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi informasi elektronika dan/atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi.

Penyadapan atau intersepsi merupakan perbuatan yang dilarang oleh UU ITE beserta perubahannya dan kepada pelakunya dapat diancam sanksi pidana.

Pengecualian terhadap ketentuan larangan penyadapan atau intersepsi itu adalah intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Dengan demikian tindakan penyadapan dalam UU  pemberantasan terorisme ini merupakan lex specialis atau bersifat khusus. Tindakan penyadapan ini dibutuhkan untuk melakukan identifikasi terhadap subyek hukum yang akan melakukan tindak pidana terorisme.

Dengan demikian, perbuatan yang belum terjadi sudah dapat diidentifikasi melalui jaringan komunikasi yang dilakukan.

Merujuk sebelumnya, kewenangan dimaksud tidak dimiliki oleh aparat hukum, kecuali institusi Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang boleh melakukan penyadapan. Tentu dalam kaitannya dengan perbuatan korupsi dan tidak berhubungan dengan terorisme.

Pemberian kewenangan untuk melakukan penyadapan ini berhubungan dengan sifat preventif dari aparat penegak hukum khususnya Polri untuk mendeteksi secara dini terjadinya tindak pidana terorisme.

Dengan pemberian kewenangan dimaksud, maka organisasi yang terafiliasi dengan salah satu organisasi teroris yang ada, terutama pada skala internasional, bisa langsung ditangkap dan diproses.

Lebih dari itu, jika sudah ditemukan bahan peledak, peluru, atau zat yang mengindikasikan sebagai bahan peledak tanpa izin, maka akan terjaring oleh UU dimaksud.

Pelibatan TNI

Isu hukum yang krusial dan kemudian disahkan adalah pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme.

Kekhawatiran selama ini, sebagaimana pernah terjadi trauma dalam pelibatan TNI dalam penegakan hukum, adalah merujuk pada fungsi sosial politik dari ABRI pada masa lalu.

Keberadaan UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (vide Pasal 7 ayat (2) tentang Operasi Militer Selain Perang (OMSP) belum meyakinkan para pembahas di DPR. Masih ada kekhawatiran terjadinya penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran.

Pada akhirnya kekhawatiran itu dapat ditepis sebab pelibatan dalam hal itu memang dibutuhkan. Apalagi, institusi TNI memiliki bagian atau divisi antiteror.

Pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme juga dianggap sangat dibutuhkan karena terorisme kini merupakan ancaman kedaulatan negara dan menjadi tanggung jawab TNI sebagai komponen utama.

Walhasil, pelibatan TNI akhirnya disepakati pada 14 Maret 2018 dan masuk dalam Pasal 43 J ayat 1, 2 dan 3.

Berikutnya, sebagaimana tercatat dalam draf RUU Terorisme per 17 April 2018, pada akhirnya pelibatan dimaksud telah disahkan.

Dengan demikian, secara formal kekhawatiran itu ditepis dan divisi khusus TNI yang merupakan pasukan anititeror dilibatkan dalam penanggulangan tindak pidana terorisme.

Dalam catatan yang diperoleh dengan membandingkan UU Terorisme yang disempurnakan, setidaknya ada delapan poin penting yang menjadi semacam energi baru dalam pemberantasan terorisme.

Kedelapan hal itu, di samping kedua hal yang disebutkan di atas--yaitu tentang penyadapan dan pelibatan TNI, adalah sebagai berikut.

Pertama, kriminalisasi baru terhadap berbagai rumus baru tindak pidana terorisme, seperti jenis bahan peledak, mengikuti pelatihan militer atau paramiliter atau latihan lain, baik di dalam negeri maupun luar negeri, dengan maksud melakukan tindak pidana terorisme.

Kedua, pemberatan sanksi terhadap pelaku tindak pidana terorisme baik permufakatan jahat, persiapan, percobaan, dan bantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme.

Perluasan sanksi pidana terhadap korporasi dikenakan kepada pendiri, pemimpin, pengurus, atau orang-orang yang mengarahkan kegiatan korporasi.

Ketiga, adanya norma baru tentang penjatuhan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk memiliki paspor dalam jangka waktu tertentu.

Keempat adalah adanya kekhususan dalam penambahan waktu penangkapan, penahanan, dan perpanjangan penangkapan dan penahanan untuk kepentingan penyidik dan penuntut umum serta penelitian berkas perkara tindak pidana terorisme oleh penuntut umum. Sebelumnya hal dimaksud mengacu kepada hukum acara pidana (KUHAP).

Keempat adalah norma perlindungan korban tindak pidana sebagai bentuk tanggung jawab negara. Hal ini merupakan norma baru yang selama ini tidak diatur baik sebagai kompensasi terhadap korban.

Cakupan ganti rugi yang merupakan perlindungan hukum konkret ini juga tidak ada dalam peraturan perundangan lain tentang jatuhnya korban.

Kelima, adalah adanya norma pencegahan tindak pidana terorisme yang dilaksanakan oleh instansi terkait sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.

Kepastian ini memberikan semacam kekhususan dalam pemberantasan tindak pidana terorisme sebagai hal yang membahayakan kedaulatan negara. Kesemuanya tetap dalam koridor HAM.

Keenam, perlindungan hukum kepada pelaku teror diatur secara normatif. Tersangka tak boleh diperlakukan secara kejam, tetapi harus manusiawi, tidak boleh dihina harkat dan martabatnya, berhak didampingi pengacara, dan berhak ditemui keluarga kecuali dalam tingkat kejahatan tertentu.

Berbagai perubahan itu tentunya akan mengubah wajah penegakan hukum terhadap tindak pidana terorisme di Tanah Air.

Terungkapnya jaringan baru terorisme di Kalteng mengharuskan adanya evaluasi terhadap kecenderungan tindak pidana terorisme dengan wajah baru berdasarkan UU yang sudah disempurnakan itu.

Pihak terkait harus lebih cermat dan terukur melakukan evaluasi terhadap kinerja aparatnya. Harapannya gerak tindakan terorisme tidak menemukan habitatnya di Tanah Air. Semoga.

https://nasional.kompas.com/read/2019/06/21/21004901/wajah-baru-penanggulangan-terorisme

Terkini Lainnya

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta Bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Jokowi Kembali Ingatkan agar Anggaran Tidak Habis Dipakai Rapat dan Studi Banding

Nasional
Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Jaksa Ungkap Ayah Gus Muhdlor Hubungkan Terdakwa dengan Hakim Agung Gazalba lewat Pengacara

Nasional
Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Disebut PAN Calon Menteri Prabowo, Eko Patrio Miliki Harta Kekayaan Rp 131 Miliar

Nasional
Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Termohon Salah Baca Jawaban Perkara, Hakim MK: Kemarin Kalah Badminton Ada Pengaruhnya

Nasional
Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak 'Heatwave'

Suhu Udara Panas, BMKG: Indonesia Tak Terdampak "Heatwave"

Nasional
Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Jumlah Dokter Spesialis Indonesia Kecil Dibanding Negara ASEAN, Jokowi: Masuk 3 Besar, tapi dari Bawah

Nasional
Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Jokowi Sebut Minimnya Dokter Spesialis Kerap Jadi Keluhan Warga

Nasional
Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Bappenas Integrasikan Rencana Pemerintah dengan Program Kerja Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke