"Apakah parpol pendukung Pak Jokowi akan menahan agar Demokrat tidak bisa masuk? Ini belum tentu juga," ujar pengamat politik Universitas Paramadina Hendri Satrio kepada Kompas.com, Rabu (13/6/2019).
"Karena, dibandingkan parpol anggota koalisi Prabowo yang tidak lolos parliamantary threshold 4 persen atau suaranya mepet dari itu, Demokrat tentu lebih berharga bagi pemerintahan Jokowi," lanjut dia.
Sebab, pemerintahan baru ke depan dinilai akan mementingkan kekuatan suara di parlemen. Ini dilakukan demi memperlancar program-program yang telah dicanangkan baik pada pemerintahan periode pertama, maupun pada masa kampanye.
Diketahui, pada Pileg 2019, Demokrat memperoleh 10.876.507 suara atau 7,77 persen. Apabila dikonversi ke jumlah kursi di DPR, maka Demokrat memiliki 54 kursi.
Sementara, parpol koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf sendiri sudah mendominasi kursi di DPR. Antara lain, PDI-P memperoleh 27.053.961 suara atau 19,33 persen diperkirakan memiliki 128 kursi di DPR.
Golkar memperoleh 17.229.789 atau 12,31 persen dan diperkirakan menguasai 85 kursi di DPR. PKB memperoleh 13.570.097 suara atau 9,69 persen diperkirakan menguasai 58 kursi.
Adapun Partai Nasdem memperoleh 12.661.792 suara atau 9,05 persen diperkirakan menguasai 59 kursi di parlemen.
"Jadi, dengan tambahan kekuatan dari Demokrat, ini tentu akan lebih memperkuat kekompakkan parpol pendukung pemerintah di parlemen. Maka, Demokrat pasti akan dibuka kemungkinan untuk masuknya," ujar Hendri.
Soal mengapa koalisi Jokowi-Ma'ruf tidak berminat mengundang Gerindra, parpol oposisi yang memiliki suara di atas Demokrat, Hendri mengatakan, itu juga sangat mungkin terjadi. Namun, untuk konteks saat ini, yang paling realistis adalah masuknya Demokrat dibanding Gerindra ke koalisi pendukung Jokowi.
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/13/10495241/di-kubu-oposisi-demokrat-dinilai-paling-berharga-bagi-koalisi-jokowi