Idrus dihukum membayar denda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan.
Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni lima tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan.
Idrus tak mempersoalkan apabila putusan banding nantinya memperberat hukumannya.
"Ya masalah berat atau tidak, saya serahkan ke Yang Maha Kuasa, benar ya. Kalau ada apa-apa, ya sudah terserah lah kepada Allah. Jadi saya percaya Allah akan mengambil langkah yang lebih baik untuk saya, ya," ujar Idrus seusai diperiksa di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (15/5/2019).
Menurut Idrus, pada 29 April 2019, KPK diketahui mengajukan banding atas vonisnya. Pada akhirnya, Idrus mengaku juga memutuskan banding pada tanggal 30 April 2019.
"Kenapa? Supaya ada kesempatan bagi saya untuk memberikan penjelasan di dalam memori (banding), ya, itu (alasannya)," kata Idrus.
Sebelumnya, majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta menilai bahwa terdakwa Idrus Marham secara fisik tidak menikmati uang suap senilai Rp 2,250 miliar yang diperoleh dari pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo.
Pemberian uang tersebut agar Wakil Ketua Komisi VII DPR saat itu, Eni Maulani Saragih, membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Menurut hakim, Idrus mengetahui dan menghendaki penerimaan uang Rp 2,250 miliar yang diterima Eni.
Majelis hakim menilai, Idrus secara aktif membujuk agar Kotjo memberikan uang kepada Eni.
Uang dari Johannes Kotjo itu untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar.
Selain untuk membiayai keperluan partai, uang tersebut juga untuk membiayai keperluan suami Eni yang maju dalam pemilihan kepala daerah di Temanggung.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/15/19595151/idrus-marham-pasrah-soal-konsekuensi-banding-atas-vonisnya