"Banyak hal banyak catatan yang perlu kita perbaiki. Saya setuju setelah terbentuknya pemerintahan baru, DPR yang baru segera maju dengan revisi Undang-undang nomor 7 tahun 2017," kata Amali saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Amali mengatakan, banyak hal yang tidak dipertimbangkan pada saat merumuskan undang-undang nomor 7 tahun 2017 tersebut. Oleh karena itu, menurut dia undang-undang tersebut harus segera direvisi.
"Lamanya masa kampanye luar biasa energi pembelahan di tengah masyarakat. Kemudian banyaknya kertas suara yang menimbulkan kelelahan dari petugas," ujarnya.
Amali mengatakan, beberapa tokoh juga memberi masukan untuk memisahkan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden. Namun, ia menyarankan hal itu harus dilakukan jauh-jauh hari.
"Segera duduk dan segera merumuskan itu supaya ada waktu. Jangan kayak kemarin mepet idealnya buat penyelenggara mereka sudah punya pegangan undang-undang apa yang menjadi patokan itu kira-kira 24 bulan sebelumnya," pungkasnya.
Sebelumnya, Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, dirinya akan meminta revisi Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 setelah Presiden periode 2019-2024 dilantik.
Hal ini mengingat banyaknya kekurangan penyelenggaraan Pemilu 2019, yang salah satunya menyebabkan ratusan petugas pemilu dan aparat keamanan meninggal dunia dan sakit.
"Melihat pengalaman yang sekarang, saya mengusulkan dan sudah mengambil inisiatif dengan beberapa tokoh dan LSM serta lembaga survei," kata Mahfud saat ditemui di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/4/2019).
"Begitu pemerintah nanti terbentuk, siapapun presidennya, apakah itu pak Prabowo atau Pak Jokowi, itu pada bulan Oktober membuat Prolegnas (Program Legislasi Nasional), saya minta tahun pertama kami akan minta agar segera mengevaluasi dan merevisi UU Nomor 7 tahun 2017 tentang penyelenggara pemilu," sambungnya.
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/25/19303421/ketua-komisi-ii-dpr-perlu-ada-revisi-undang-undang-pemilu