Temuan itu merupakan hasil pemantauan Komnas HAM di lima provinsi, yaitu Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Pemantauan itu berlangsung dari 18 hingga 29 Maret 2019.
"Persyaratan memiliki KTP elektronik dan atau surat keterangan (suket) serta harus menunjukkannya pada saat pemungutan suara adalah hal yang menyulitkan bagi tahanan dan warga binaan," kata Ketua Tim Pemantau Hairansyah di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (4/4/2019).
Menurut Hairansyah, seharusnya surat keterangan kepala lapas atau kepala rutan dan petikan putusan cukup menjadi dasar penetapan daftar pemilih tetap (DPT) dan jaminan bagi mereka untuk memilih.
Ia mencontohkan, pendataan warga binaan atau tahanan di lapas dan rutan di Jawa Barat. Hairansyah menjelaskan, 9.618 orang belum masuk ke dalam DPT.
"Masih terkendala administrasi dan belum dilakukan perekaman KTP elektronik. Di lapas dan rutan Provinsi Banten yang masuk DPT sebanyak 4.160 orang. Yang melakukan perekaman e-KTP sebanyak 2.588 orang," kata Hairansyah.
Di Jawa Timur, Komnas HAM mencatat warga binaan yang masuk dalam DPT sebanyak 8.102 orang. Sementara itu, 10.689 orang lainnya tidak masuk ke dalam DPT.
Di rutan dan lapas Kalimantan Tengah, yang terdaftar dalam DPT sebanyak 1.649 pemilih. Sementara masih ada 1.538 pemilih lain yang tidak terdata dalam DPT.
Dari contoh temuan itu, Hairansyah berharap pemerintah pusat berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah daerah untuk menetapkan kebijakan afirmatif.
Sebab, ia melihat pemenuhan hak pilih warga binaan memerlukan penanganan khusus dan tidak bisa disamakan dengan penanganan ke masyarakat umum, khususnya menyangkut urusan perolehan KTP elektronik atau surat keterangan (suket).
"Sehingga hak-hak mereka akan lebih terjamin dan terfasilitasi pada Pileg dan Pilpres 2019," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/04/17024681/komnas-ham-sebut-pemenuhan-hak-pemilih-di-rutan-dan-lapas-masih-ada-yang