Ketua Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia, Yeni Rosa Damayanti mengatakan banyak kasus kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas yang tidak bisa diproses hukum. Dalam KUHP, ada aturan yang rigid mengenai definisi pemaksaan.
"Hampir sebagian besar kasus di-drop karena tidak memenuhi unsur terpaksa," ujar Yenni di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (8/3/2019).
Seorang dukun yang mengobati perempuan penyandang disabilitas misalnya melakukan kekerasan seksual terhadap pasiennya. Si pasien tidak bisa berteriak dan tidak tahu cara menolak karena keterbatasan fisiknya.
Ketika kasus dibawa ke ranah hukum, polisi kesulitan menemukan unsur pemaksaan dalam kekerasan seksual itu. Yenni mengatakan ini menunjukan aturan hukum yang ada saat ini tidak cukup melindungi perempuan penyandang disabilitas dari kekerasan seks.
Ini membuat perempuan penyandang disabilitas begitu membutuhkan RUU PKS segera disahkan. Mereka termasuk golongan rentan terhadap kekerasan seksual dengan relasi kuasa.
RUU PKS dinilai mampu memberi perlindungan yang lebih lengkap karena tidak hanya mengatur kekerasan seksual secara fisik melainkan juga verbal.
Yenni menambahkan mereka sebagai pendamping penyandang disabilitas yang mengalami perlakuan semacam ini juga sering kecewa. Ketika sudah berjuang memberikan hukuman kepada pelaku, pengadilan malah memberikan sanksi yang ringan.
"Tetapi kalau di RUU PKS ini ada pemberatan hukuman ketika korbannya penyandang disabilitas. Pemberatan hukuman kalau penyandang disabilitas menjadi korban sangat kita dukung," kata dia.
"Oleh karena itu kami mendukung DPR RI untuk mempercepat proses pembahasan dan segera mengesahkan RUU PKS," tambah dia.
Audiensi ini diikuti oleh berbagai organisasi penyandang disabilitas. Beberapa di antaranya adalah Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI), Perhimpunan Jiwa Sehat Indonesia (PJSI), Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni), Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia (Gerkatin), Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI), Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB), dan Sentra Advokasi Perempuan Difabel dan Anak (SAPDA).
Mereka diterima oleh anggota Panja RUU PKS yaitu Rahayu Saraswati Djoyohadikusumo, Diah Pitaloka, dan I Gusti Agung Putri Astrid.
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/08/17090121/hari-perempuan-internasional-penyandang-disabilitas-dorong-dpr-tuntaskan-ruu