Berkas permohonan pengujian tersebut telah diserahkan ke MK, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2019).
Ke-tujuh pemohon tersebut adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang diwakili oleh Titi Anggraini, pendiri dan peneliti utama Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis, dan Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari.
Kemudian, terdapat pula dua orang warga binaan di Lapas Tangerang, yaitu Augus Hendy dan A. Murogi bin Sabar, serta dua karyawan, Muhamad Nurul Huda dan Sutrisno.
"Kami sudah mendaftarkan permohonan uji konstitusionalitas untuk UU Pemilu. Permohonan ini tujuan utamanya adalah menyelamatkan suara rakyat pemilih," terang kuasa hukum pemohon, Denny Indrayana.
Para pemohon menguji Pasal 210 ayat (1), Pasal 350 ayat (2), Pasal 383 ayat (2), Pasal 348 ayat (4) dan ayat (9).
Pasal 210 ayat (1) UU Pemilu mengatur tentang pendaftaran ke Daftar Pemilih Tetap Tambahan (DPTb) hanya dapat diajukan paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara.
Padahal, pemohon menilai alasan untuk masuk dalam DPTb tidak dapat terduga.
"Misalnya yang pindah itu ada batas waktu terdaftarnya di DPT tambahan, 30 hari paling lambat. Itu orang kalau mendadak, karena alasan kerja, alasan bencana, lewat dia," terang Denny.
Kemudian, Pasal 350 ayat (2) UU Pemilu menjabarkan tentang lokasi Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Pemohon pun meminta dibuatkan TPS khusus untuk mengakomodasi pemilih dengan kebutuhan khusus, misalnya pemilih yang sedang menjalankan tugas, di rumah sakit, di panti sosial, dan di rumah tahanan.
"Ada dua warga binaan yang menjadi pemohon di sini, Mas Augus Hendy sama Murogi bin Sadar, sekarang ada di lapas Tangerang," jelas Denny.
"Mereka itu tidak punya KTP elektonik, mereka tidak terdaftar, mereka juga tidak bisa memilih, salah satunya karena tidak ada TPS khusus di sana," sambung dia.
Lalu, Pasal 383 ayat (2) mengatur tentang penghitungan suara yang harus selesai di hari yang sama dengan proses pemungutan.
Pemohon meminta agar ada solusi hukum untuk mengantisipasi penghitungan suara yang berjalan lebih lama, mengingat terdapat lima kertas suara pada pemilu serentak ini.
Berikutnya adalah Pasal 348 ayat (4) UU Pemilu. Pasal tersebut mengatur tentang pindah memilih.
Menurut pemohon, pemilih yang pindah memilih berpotensi kehilangan suaranya dalam Pemilihan Legislatif (Pileg).
Pasal terakhir yang diujikan adalah Pasal 348 ayat (9), terkait penggunaan e-KTP untuk memilih. Pemohon menilai, hal itu membuat pemilih yang tidak memiliki e-KTP dengan jumlah sekitar 4 juta orang berpotensi kehilangan suara.
Mewakili para pemohon, Denny pun berharap MK dapat segera mengabulkan permohonan uji materi mereka.
"Kami berharap MK bisa menerima dan mengabulkan permohonan ini," terangnya.
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/05/14241741/ingin-selamatkan-suara-rakyat-7-pemohon-ajukan-uji-materi-uu-pemilu-ke-mk