Hal itu disebabkan minimnya penyidik dan jaksa penuntut yang lolos proses seleksi KPK dan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan.
Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara KPK dengan Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/1/2018).
Pahala mencontohkan, mereka membutuhkan 60 penyidik di tahun 2018. Setelah melewati serangkaian proses seleksi oleh tim independen, hanya 14 penyidik yang lolos.
"Selama 2018, kami bersurat ke Kapolri untuk minta 60 tambahan tenaga penyidik. Lantas dikirimkan semua dan proses di KPK harus melalui assesment, melalui konsultan independen yang kita tunjuk," kata Pahala.
"Dari situ dinyatakan dapat disarankan hanya 14 orang. Jadi 14 itu kita angkat sebagai penyidik maupun korwil di KPK," sambungnya.
Setelah itu, KPK masih membutuhkan penyidik. Oleh karena itu, mereka kembali meminta penyidik kepada pihak kepolisian di bulan Desember 2018.
Namun, kata Pahala, proses kualifikasi KPK akan menjadi salah satu penentu jumlah penyidik yang akan didapatkan lembaga antisrasuah tersebut.
"Sekali lagi itu tergantung berapa dari polisi kasih dan berapa yang lulus dari konsultan independen yang kita tunjuk," jelasnya.
Hal yang sama juga terjadi terkait permintaan jaksa penuntut. Pada tahun 2018, KPK meminta sebanyak 50 jaksa penuntut kepada pihak kejaksaan.
Namun, setelah proses seleksi, hanya 2 orang yang berhasil lolos.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan standar yang dimiliki KPK terhadap dua posisi itu memang tinggi dan tidak dapat diturunkan.
Untuk mengatasi itu, Saut mengatakan salah satu solusi yang sedang dipertimbangkan adalah meningkatkan frekuensi perekrutan.
"Jadi lebih banyak kita melakukan rekrutnya. Atau kemudian nanti ada beberapa ide kita bicara track record. Nanti kita lihat lah seperti apa terobosannya," ungkap Saut.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/28/23321161/kpk-lapor-kekurangan-penyidik-dan-jaksa-penuntut-kepada-dpr