Ia mengatakan, aturan itu di antaranya yang mengharuskan agar semua penyumbang mencantumkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Menurut Bima, tak semua penyumbang bisa menyertakan NPWP saat menyumbang dana kampanye.
Ia mencontohkan, sumbangan yang berasal dari pembelian merchandise yang akhirnya tak boleh dilakukan.
Bima mengatakan, tak mungkin semua pembeli kaus harus menyertakan NPWP-nya saat hendak membeli kaus.
Hal itu disampaikan Bima menanggapi temuan sejumlah penyumbang dana kampanye fiktif kepada pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Misal bisa jual kaus. Saya bawa ke Bukalapak, begitu jual di sana 19 persen (untuk sumbangan harus pakai NPWP), siapa yang mau jual?" kata Bima di Posko Cemara, Menteng, Jakarta, Senin (21/1/2019).
"Pedagangnya saja masukkan ke saya NPWP-nya enggak bisa. Satu kaus saja 19 persen (pakai) NPWP, gimana?" Ini yang saya katakan ribet," lanjut dia.
Aria Bima mengatakan, dengan adanya aturan sekarang, maka tim sukses tak bisa lagi menggalang dana secara mendadak saat bertemu konstituen di daerah.
Akhirnya, kata Bima, partisipasi masyarakat dalam kampanye menjadi rendah.
Oleh karena itu, menurut dia, wajar bisa saat ini peran aktif masyarakat belum terlihat saat kampenye, terutama dalam pengumpulan sumbangan.
"Misalnya, saya di lapangan, ayo buka gotong royong dana kampanye, enggak bisa. Rp 1.000, Rp 1 juta nilainya sama untuk Pak Jokowi. Yang seribu rupiah disuruh buka NPWP? Mati kami," lanjut politisi PDI-P itu.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/21/21291881/tkn-jokowi-maruf-nilai-aturan-pemberian-sumbangan-kampanye-terlalu-rumit