Akibatnya, kata Fadli, kandidat capres dan cawapres tidak optimal dalam mengeksplorasi visi-misinya melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut. Oleh karena itu, ia tak heran bila jawaban yang keluar dari masing-masing kandidat normatif.
"Pertanyaan panelis kurang mendorong paslon (pasangan calon) menjelaskan permasalahan, solusi, dan komitmen konkret. Pertanyaan panelis pun tak optimal mengkonkrtekan visi-misi dan program yang butuh dipertimbangkan penonton untuk menentukan pilihannya," kata Fadli dalam sebuah diskusi di D'Hotel, Manggarai, Jakarta, Minggu (20/1/2019).
Ia mengatakan dalam debat pertama masing-masing kandidat cenderung bermain aman dengan memberikan jawaban normatif. Demikian pula dalam sesi pertanyaan tertutup di mana masing-masing kandidat kurang optimal dalam memberikan jawaban.
Ia mencotohkan pertanyaan tentang mantan koruptor yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR dan hak difabel yang kurang memberikan gambaran konkret mengenai visi-misi kandidat dalam kedua bidang tersebut.
Karena itu, ia menyarankan KPU pada debat berikutnya agar panelis mempertajam pertanyaannya. Ia juga menyarankan KPU agar panelis diberi kesempatan untuk menajamkan kembali pertanyaan mereka bila dirasa belum dijawab oleh masing-masing kandidat.
"KPU diharapkan bisa mengoptimalkan peran panelis melalui segmen debat yang mempersilakan panelis bertanya langsung kepads tiap pasangan calon sehingga bisa leluasa membahas kasus konkrit terkait tema debat," lanjut dia.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/20/16435361/perludem-soroti-pertanyaan-panelis-debat-pilpres-yang-kurang-tajam