Menurut dia, UU ITE lebih banyak merugikan rakyat kecil. Kasus yang menimpa Baiq Nuril, mantan pegawai honorer SMAN 7 Mataram yang mencuat saat ini, bukan satu-satunya.
"Mumpung di Gedung DPR, saya desak dilakukan revisi atau judicial review terhadap undang-undang ini karena dalam praktiknya ini banyak mencelakakan orang kecil," ujar Hasto di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/11/2018).
Nuril diproses hukum atas pelanggaran UU ITE karena tuduhan penyebaran rekaman telepon kepala sekolah tenpatnya bekerja yang bermuatan asusila.
Sementara, tindakan asusila yang dilakukan kepala sekolah tidak diusut.
Baiq Nuril dan kuasa hukumnya baru melaporkan kepala sekolah tersebut kepada kepolisian.
Hasto mengatakan, menurut informasi yang diterimanya, pihak yang memanfaatkan UU ITE sebesar 35 persen adalah pejabat dan 29 persen adalah profesional.
Dari angka itu, sebagian besar yang menjadi korban adalah mereka yang awam terkait UU ini.
"Artinya UU ITE ini memberi fasilitasi kepada elite," ujar Hasto.
Baiq Nuril merupakan mantan pegawai honorer di bagian tata usaha SMU 7 Mataram, NTB.
Pengadilan Negeri Kota Mataram memvonis Baiq tidak bersalah atas kasus penyebaran rekaman telepon kepala sekolahnya yang bermuatan asusila.
Jaksa penuntut umum kemudian mengajukan kasasi ke MA.
MA menjatuhkan vonis sebaliknya. Nuril divonis bersalah dengan hukuman kurungan selama enam bulan dan denda Rp 500 juta.
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/21/18511591/berkaca-dari-kasus-baiq-nuril-lpsk-desak-dpr-revisi-uu-ite