Uang itu digunakan untuk membantu pemenangan anak Amin, Yosa Octora Santono, dalam Pilkada Kabupaten Kuningan.
Hal itu diungkapkan Rasta saat bersaksi untuk terdakwa Eka dan Amin dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (12/11/2018) sore.
Pada awalnya, Rasta mengaku ditemui Eka. Eka meminta dirinya untuk membantu Yosa menjadi calon bupati Kuningan.
"Pak Eka ketemu saya, minta dibantu, minta difasilitasi karena anaknya Pak Amin, yang namanya Yosa, mau jadi calon kepala daerah Kabupaten Kuningan," kata Rasta kepada jaksa KPK.
Jaksa KPK juga mempertanyakan fungsi Rasta sebagai bendahara dan hubungannya dengan pencalonan Yosa.
Rasta mengaku dirinya memang berinisiatif membantu partai menyeleksi calon-calon kepala daerah yang mendaftar ke PKB.
"Karena saya memang berinisiatif untuk menyeseleksi calon-calon. Saya inisiatif sendiri, saya memfasilitasi," kata dia.
Menurut Rasta, fasilitasi yang diberikan untuk rekomendasi dan pemenangan calon.
Ia mengatakan, calon kepala daerah yang layak diusung PKB harus memiliki popularitas dan elektabilitas yang kuat.
"Apakah juga harus ada setor uang untuk dapat dukungan?" tanya jaksa.
"Iya, untuk calon kepala daerah tentu butuh cost politik. Cost politik untuk pemenangan," ujar dia.
Rasta menyebutkan, uang itu digunakan untuk membuat alat peraga kampanye, biaya operasional pemenangan, seperti relawan hingga sewa mobil.
Rasta mengaku menerima uang sekitar Rp 200 juta dari Eka dan Rp 1 miliar dari Amin melalui supirnya.
"Nerimanya lupa tanggalnya. Pertama Rp 200 (juta) dari Eka, kemudian Rp 1 miliar (dari) Pak Amin. Yang nyerahkan supirnya Pak Amin. Diterima oleh kita untuk pemenangan," kata dia.
Namun, kepada jaksa KPK, Rasta hanya berhasil memperjuangkan Yosa sebagai calon wakil bupati.
Sementara, posisi calon bupati sudah dipegang oleh Toto Taufikurahman Kosim.
Ia menyampaikan rencana pencalonan Yosa itu ke DPP PKB. Rasta juga mengakui pernah bertemu sekali dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
"'Pak, ini calon dari Kuningan, kemudian Pak Ketum (bilang) 'Kalau Beliau sudah memenuhi syarat, silakan. Tapi ingat tidak ada uang mahar'. Ketum bilang begitu," kata Rasta.
Rasta membantah uang Rp 1,2 miliar itu sebagai uang mahar.
"Bukan (mahar). Untuk pemenangan," kata dia.
"Ada yang mengalir ke (pengurus) PKB?" tanya jaksa.
"Tidak ada," ungkap Rasta.
Dalam kasus ini, anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat Amin Santono didakwa menerima suap sebesar Rp 3,3 miliar dari Kepala Dinas Bina Marga Kabupaten Lampung Tengah Taufik Rahman dan Direktur CV Iwan Binangkit Ahmad Ghiast.
Menurut jaksa, Amin menerima uang bersama-sama dengan konsultan Eka Kamaluddin dan Yaya Purnomo selaku pegawai di Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.
Menurut jaksa, uang tersebut diduga diberikan agar Amin Santono melalui Eka dan Yaya Purnomo mengupayakan Kabupaten Sumedang mendapatkan alokasi tambahan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2018.
Selain itu, diduga uang tersebut diberikan agar Kabupaten Lampung Tengah mendapatkan alokasi anggaran yang bersumber dari DAK dan Dana Insentif Daerah (DID) APBN 2018.
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/12/16570171/wakil-bendahara-pkb-mengaku-terima-rp-12-miliar-untuk-pemenangan-anak-amin