Titi mengatakan, pasangan calon presiden dan wakil presiden beserta tim pemenangannya selain harus meyakinkan pemilih untuk memilih juga punya tanggung jawab untuk melakukan pendidikan pemilih.
Pendidikan pemilih, tutur Titi, bisa dilakukan dengan membangun diskursus politik di kalangan pemilih yang berbasiskan program dan gagasan yang ditawarkan paslon.
“Paslon (capres-cawapres) dan timnya harus berani keluar dari jebakan kampanye yang menyerang tapi minus gagasan dan substansi yang ditawarkan,” kata Titi kepada Kompas.com, Selasa (30/10/2018).
Para paslon presiden dan wakil presiden, kata Titi, bukan sekedar mendorong kontroversi dan spekulasi di kalangan pemilih dengan isu-isu yang diangkat semata-mata untuk menjatuhkan lawan.
Menurut Titi, kampanye merupakan bagian dari aktivitas pendidikan politik yang menjabarkan visi, misi, program, dan citra diri peserta Pemilu.
Oleh karenanya, publik berhak mendapatkan edukasi politik yang layak dari para elite dan aktor politik. Bahkan, kata Titi, masyarakat juga punya hak untuk menuntut elite politik menjalankan fungsi tersebut.
“Pemilih kesulitan mendapatkan informasi yang memadai dan merata terkait pemilu, regulasi, kandidat, termasuk konsekuensi dari partisipasi atau tidak berpartisipasinya mereka dalam proses pemilu,” kata Titi.
Diketahui, pemungutan suara Pemilu Serentak 2019 akan digelar pada 17 April 2019. Saat ini telah memasuki masa kampanye yang dimulai dari tanggal 23 September 2019 hingga 13 April 2019 mendatang.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/30/11125281/capres-cawapres-harus-tinggalkan-kampanye-menyerang-minus-gagasan