Langkah ini dilakukan sebagai tindak lanjut hasil survei Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Merujuk survei itu, disebutkan bahwa 56,9 persen guru di Indonesia memiliki opini intoleran secara eksplisit dan 46,01 persen memiliki opini radikal.
Menurut Muhadjir, yang lebih dibutuhkan saat ini adalah solusi dan tindakan konkret.
Oleh karena itu, ia menilai, harus ada pelibatan elemen guru agama untuk menangkal opini intoleran dan radikal di dunia pendidikan.
"Termasuk guru agama di sekolah. Peran Guru agama di sekolah tidak boleh hanya mengajar pelajaran agama kepada siswa," kata Muhadjir saat dihubungi Kompas.com, Jumat (19/10/2018).
"Tetapi juga memberi pencerahan dan penyadaran tentang sikap dan perilaku beragama yang benar bagi koleganya yaitu para guru non mata pelajaran agama," lanjut dia.
Pelibatan Kementerian Agama, menurut Muhadjir, penting karena pembinaan guru dan kurikulum pendidikan agama di sekolah di bawah Kementerian Agama.
Sebelumnya, survei PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dilakukan pada 6 Agustus sampai 6 September 2018 dengan unit analisis guru Muslim dari tingkat TK/RA sampai SMA/MA semua mata pelajaran.
Sample guru yang diambil sebanyak 2.237 di seluruh provinsi di Indonesia dengan margin of error 2.07 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.
Secara metodologis, variable utama yang digali adalah level intoleransi dan radikalisme guru, serta faktor-faktor dominan yang memengaruhinya.
.
.
.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/19/11030531/kaji-kurikulum-pendidikan-agama-kemendikbud-libatkan-kemenag