Daerah tersebut merupakan daerah yang berdasar penelitian dinyatakan tidak layak huni, lantaran berada di wilayah potensi terdampak gempa yang tinggi.
"Nantinya dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, terutama di Balaroa, Petobo, kemudian daerah-daerah yang mengalami likuifaksi (pencairan tanah) seperti Jono Oge, kemudian beberapa di daerah Sigi, itu direkomendasikan untuk direlokasi," kata Sutopo di kantor BNPB, Utan Kayu, Jakarta Timur, Jumat (5/10/2018).
Jika kembali dijadikan permukiman, dikhawatirkan daerah tersebut akan mengalami kerusakan yang sama parahnya ketika kembali terjadi gempa.
Selain itu, warga juga dipastikan mengalami trauma untuk kembali membangun rumah di wilayah tersebut.
Namun, proses relokasi akan dilakukan pada tahap rehabilitasi san rekonstruksi pascabencana, setelah masa tanggap darurat dan transisi darurat menuju pemulihan terlewati.
Nantinya, pemerintah daerah setempat akan mencarikan lahan relokasi. Sementara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dibantu para ahli akan melakukan analisis dan identifikask daerah.
"Apakah daerah tersebut termasuk daerah yang berbahaya atau tidak. Kemudian kita relokasi, dan relokasi tadi akan masuk dalam skema rehabilitasi dan rekonstruksi," terang Sutopo.
Rencana relokasi tersebut merupakan tindak lanjut dari penanganan bencana gempa bermagnitudo 7,4 dan tsunami yang melanda Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018) pukul 17.02 WIB.
Akibat bencana itu, BNPB mencatat ada 1.571 orang meninggal dunia.
Selain itu, terdapat 2.549 korban luka berat sampai saat ini masih dirawat di rumah sakit, baik di Palu maupun di luar Palu. Adapun korban hilang mencapai 113 orang. Sementara rumah rusak tercatat mencapai 66.238 unit.
Hingga saat ini, proses evakuasi dan pencarian masih terus dilakukan. Bantuan juga terus disalurkan untuk 70.821 pengungsi yang tersebar di 141 titik.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/05/18430491/sejumlah-permukiman-warga-terdampak-gempa-di-sulteng-akan-direlokasi