Menurut Direktur Jenderal Pemasyarakatan Sri Puguh Budi Utami, ada beberapa hal yang melatarbelakangi peristiwa tersebut.
Menurut Utami, begitu terjadi gempa pertama kali, kepala rutan dan lapas beserta jajarannya mengumpulkan warga binaan di tengah lapangan. Hal ini dilakukan sebagai langkah awal antisipasi korban akibat gempa.
Namun, situasi ini tak lama kemudian berbuah ricuh. Salah satunya terjadi di Lapas Palu.
"Kondisi di Lapas awalnya cukup kondusif walaupun pagar yang melingkupi lapas semua roboh," ujar Utami dalam jumpa pers di Gedung Ditjen Pemasyarakatan, Jakarta, Senin (1/10/2018).
Namun, air tanah merembes di lapangan tempat para narapidana berkumpul. Kepanikan semakin bertambah saat dua blok di sisi kiri lapas roboh.
Menurut Utami, warga binaan yang panik kemudian berlarian menuju ke luar Lapas. Mereka dapat mengakses jalan keluar melalui dua blok yang roboh.
Sementara itu, kepanikan juga terjadi di Rutan Palu. Awalnya, kepala rutan mengumpulkan para tahanan di tengah lapangan.
Namun, kepanikan bertambah saat Hotel Roa yang jaraknya hanya sekitar 50 meter dari Rutan roboh. Sebagian besar tahanan kemudian berhamburan ke luar rutan.
Kejadian serupa juga terjadi di Rutan Donggala. Sesuai prosedur standar, para tahanan dikumpulkan di tengah lapangan begitu terjadi gempa.
Menurut Utami, para tahanan semakin panik saat mengetahui bahwa pusat gempa terjadi di Donggala. Para tahanan memaksa keluar untuk mengetahui kondisi keluarga dan kerabat mereka yang dikhawatirkan menjadi korban akibat gempa.
Awalnya, sempat terjadi negosiasi antara pihak rutan dan para tahanan. Kepala rutan mengizinkan para tahanan keluar secara perlahan-lahan untuk kembali ke kediaman keluarga mereka.
Namun, menurut Utami, kepanikan membuat para tahanan tidak sabar untuk keluar. Mereka kemudian menyulut api dan berhamburan ke luar rutan.
Akibat kebakaran, hampir seluruh bagian rutan hangus terbakar. Menurut Utami, hanya masjid dan bangunan bagian depan yang tersisa.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/01/13480071/kronologi-kepanikan-narapidana-di-palu-dan-donggala-air-tanah-merembes