Informasi itu, misalnya, soal ketentuan cuti kampanye presiden yang disamakan dengan cuti kepala daerah.
Misinformasi soal ini membuat ada yang menyuarakan agar presiden mundur karena akan kembali mencalonkan diri.
"Ini dalam konteks kampanye, misalnya menurut aturan, presiden yang menjadi capres, itu enggak harus mengundurkan diri," ujar Wahyu, di Posko Cemara, Selasa (18/9/2018).
"Sehingga jika ada gerakan yang meminta agar presiden mundur kalau ingin jadi capres, itu gerakan yang tidak berdasarkan hukum," lanjut dia.
Wahyu mengatakan, ketentuan cuti kampanye presiden dan kepala daerah suatu hal yang berbeda.
Presiden yang maju kembali mencalonkan diri tak perlu cuti saat kampanye seperti halnya kepala daerah saat pilkada.
Menurut dia, hal ini perlu disampaikan para politikus kepada masyarakat sehingga tak ada pemahaman yang keliru.
"Cuti kampanye presiden itu berarti presiden harus memberi tahu jadwal kampanyenya melalui Mensesneg. Jadi pada waktu dia kampanye, dia ajeg sebagai capres dan presiden," kata dia.
"Ini bukan sesuatu yang baru karena telah berlaku di Pemilu 2009 dan 2014," lanjut Wahyu.
Dengan ketentuan itu, KPU memastikan ada sejumlah hal terkait protokoler kepresidenan yang tetap melekat terhadap capres petahana. Salah satunya terkait pengamanan.
"Jadi janganlah para elit politik memberi informasi yang tidak mengedukasi," kata Wahyu.
https://nasional.kompas.com/read/2018/09/18/17233341/kpu-minta-elite-politik-tak-sebarkan-informasi-tak-mendidik-terkait-pilpres